TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa Hukum Abraham Samad, Abdul Fikar dan Muji Kartika Rahayu pertanyakan penambahan pasal 266 KUHP pada perkara pemalsuan dokumen dengan tersangka AS.
Menurutnya, penambahan pasal 266 tersebut hanya akan menjadi masalah baru, karena tidak ada sangkutpautnya terhadap kasus sebelumnya.
"Pertanyaannya kenapa pasal 266 harus dimasukkan? Apakah tidak cukup hanya 263 dan 264 saja? Apalagi kalau dalam suratnya ditulis 'lebih subsider'. Berarti kan ada penambahan hukuman," ujarnya di Kantor LBH Jakarta, Kamis (17/9/2015).
Apalagi, menurut Fikar, selama tujuh bulan, kepolisian tidak dapat membuktikan bukti asli tentang perkara AS. Mulai dari bukti KTP asli Feriyani Lim, surat pengantar RT/RW, serta surat keterangan dari kelurahan dan kecamatan.
"Kami tidak pernah mendapat bukti aslinya. Bahkan informasi yang kami dapat, semuanya fotokopi. Sedangkan fotokopi tidak bisa jadi alat bukti," tambahnya.
Fikar melanjutkan, jika benar pasal tersebut dipakai oleh pihak kejaksaan untuk mendakwa Abraham Samad, maka mantan ketua KPK tersebut akan dihukum penjara maksimal 11 tahun.
Adapun, bunyi Pasal 266 ayat (1) adalah sebagai berikut : “Barang siapa menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran, diancam, jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun."
Bunyi pasal 266 ayat (2) KUHP adalah sebagai berikut : "Diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan sengaja memakai akta tersebut seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran, jika karena pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian."