TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pimpinan nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Widjojanto (BW) yang menjadi tersangka 'saksi palsu' masih 'manut' mengikuti arah proses hukum penyidik Bareskrim Polri sehingga kasusnya kini dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus).
Bambang masih meyakini kasus yang dituduhkan kepadanya adalah hasil rekayasa. Ia tak gentar dan bersiap melakukan 'serangan balik' secara hukum untuk mementahkan sangkaan penyidik Polri itu.
"Kami nanti secara detil akan mempersoalkan secara aturan. Sekarang kami masih menghormati proses ini. Tapi, apa argumennya pertarungan tentang itu, nanti ada waktunya," kata Bambang usai menjalani pelimpahan perkara tahap II kasusnya dari penyidik Bareskrim ke jaksa di Kejari Jakpus, Kemayoran, Jumat (18/9/2015).
Diberitakan, penyidik Bareskrim Polri menetapkan Bambang Widjojanto sebagai tersangka dengan sangkaan saat menjadi pengacara calon bupati turut membantu menganjurkan saksi memberikan keterangan palsu dalam sidang sengketa Pilkada Kotawaringa Barat, Kalimantan Tengah di Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2010. Ia disangkakan melanggar Pasal 242 Juncto Pasal 55 KUHP tentang turut membantu penganjuran saksi memberikan keterangan palsu dalam persidangan.
Kini, berkas perkara tersebut telah lengkap dan dilimpahkan dari penyidik Bareskrim ke jaksa Kejari Jakpus untuk diteliti dan dimungkinkan diadili di pengadilan.
Bambang meyakini banyak aturan hukum yang dilanggar oleh penyidik Polri dalam proses penanganan kasusnya, mulai penyelidikan, penyidikan hingga pelimpahan kasusnya ke kejaksaan.
Di antaranya, penyidik tidak mengindahkan posisi dirinya dalam kasus yang dituduhkan adalah sebagai pengacara atau advokat. Di mana investigasi Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) yang menaunginya pun telah memutuskan dirinya tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik saat mengadvokasi calon bupati Ujang Iskandar dalam sengketa pilkada di MK pada saat itu. Dengan begitu tidak ada pelanggaran hukum yang dilakukan.
"Seharusnya kode etik profesi jadi bagian penting untuk diteliti. Selain itu, ada juga dua surat dari Peradi yang menyatakan saya tidak bersalah," kata Bambang.
Menurutnya, rekayasa itu makin nyata saat pihak Polri justru menunggu putusan persidangan atas terdakwa kasus yang sama, Zulfahmi Arsyad, sebelum melimpahkan perkara ke kejaksaan.
Sementara, dari saksi-saksi yang dihadirkan tidak ada yang menguatkan adanya keterlibatan Zulfahmi, apalagi Bambang Widjojanto.
"Ini kan ada rekayasa, mau menarik orang yang namanya Zulfahmi seolah-olah kolega saya dan menyelundupkan nama saya di terdakwa. Sementara di pengadilan, putusannya berbeda," tandasnya.
Bambang meyakinkan dirinya akan mempermasalahkan hal ini secara hukum. "Karena bagaimana mungkin seseorang disebut membantu, padahal yang dituduh itu orangnya tidak pernah ada," tuturnya.
Belum lagi adanya penambahan pasal sangkaan Pasal 266 KUHP dalam surat panggilan untuk pelimpahan tahap II ke kejaksaan. Pasal tersebut mengatur pihak yang menyuruh memasukkan keterangan palsu dalam akta autentik. Padahal, pasal itu tidak pernah ada selama proses penyidikan.
Namun, pasal tersebut tidak ada dalam berkas perkara pada saat pelimpahan tahap II.
Apakah Anda yakin tidak bersalah atas sangkaan yang dituduhkan penyidik Polri?
"Saya orang yang didzalimi dan berjuang sesuai proses," tukas Bambang.