TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) khawatir pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2015 yang akan diselenggarakan di 266 daerah memunculkan isu SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar-Golongan).
Apalagi kalau isu SARA itu dimanfaatkan oleh para peserta Pilkada.
Kepala Humas PGI, Jeirry Sumampow, menduga masih banyak peserta Pilkada serentak yang masih percaya isu SARA efektif dihembuskan serta berani untuk memainkan isu itu demi mendongkrak elektabilitasnya di mata calon pemilih.
Kata dia, calon peserta Pilkada yang mempercayai hal itu tersebar merata di Indonesia.
"Saya rasa tersebar, tidak hanya di daerah saja, di kota besar juga," kata Jeirry kepada wartawan di Graha Oikoumene, Jakarta Pusat, Minggu (27/9/2015).
Padahal Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 telah membuktikan, bahwa masyarakat tidak bisa dihasut dengan isu SARA. Justru isu tersebut bisa memicu konflik antara golongan, yang pada akhirnya bisa merugikan pelaksanaan Pilkada.
"Oleh karena itu, kita menghimbau pada seluruh peserta untuk tidak usah menjual isu SARA, karena justru akan merugikan masyarakat," jelasnya.
Di luar isu SARA, ia menilai pelaksanaan Pilkada serentak 2014 yang dipersiapkan dalam waktu sekitar empat bulan memiliki banyak kekurangan.
Mulai dari regulasi hingga Daftar Pemilih Tetap (DPT). Tidak seharusnya pelaksanaan Pilkada di rusak oleh isu SARA.
PGI juga mengimbau pada seluruh gereja untuk bersikap netral.
Gereja juga seharusnya tidak dimanfaatkan oleh peserta untuk menggelar kampanye terselubung. Warga gereja juga harus menolak peserta yang memanfaatkan isu SARA.
"Tolak dengan tegas dan awasilah pemakaian isu-isu SARA, isu gender dan praktik kampanye busuk yang menyudutkan pasangan calon lain," ujarnya.