TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menolak eksepsi atau nota keberatan terdakwa mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik dan tim kuasa hukumnya, Selasa (6/10/2015).
Hakim pun meminta Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) untuk memanggil saksi dalam persidangan minggu depan.
"Mengadili, menyatakan eksepsi terdakwa dan tim penasihat hukum terdakwa tidak dapat diterima," kata Ketua Majelis Hakim Sumpeno di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (6/10/2015).
Hakim juga memutuskan bahwa surat dakwaan yang disusun Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai dasar pemeriksaan dalam memeriksa dan mengadili perkara tindak pidana korupsi atas nama terdakwa Jero Wacik.
"Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara ini," kata Hakim Sumpeno.
Hakim juga memutuskan untuk melanjutkan sidang kembali digelar hari Senin 12 Oktober 2015 mendatang.
Seperti diketahui, mantan Menteri era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini, didakwa dengan dakwaan berlapis, yakni melakukan penyalahgunaan dana operasional menteri (DOM) di Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.
Selain itu, dia juga didakwa melakukan pemerasan dan menerima gratifikasi saat menjabat sebagai menteri ESDM masa jabatan 2011-2014.
Pada uraiannya, jaksa menyebut poin keberatan Jero tidak berdasar. Terutama tuduhan kader Partai Demokrat itu bahwa penetapan tersangka terhadap dirinya oleh KPK merupakan bentuk kesewenang-wenangan.
"Proses penetapan tersangka yang dilakukan oleh KPK telah melalui proses hukum yang sesuai dengan tata laksana hukum acara pidana, dan proses tersebut telah diuji di praperadilan," kata Jaksa Yadyn.
Terakhir, politisi Partai Demokrat ini didakwa menerima gatifikasi terkait jabatannya sebagai menteri ESDM. Gratifikasi diterima dalam bentuk pembayaran biaya pesta ulang tahun Jero tanggal 24 April 2012 di Hotel Dharmawangsa, Kebayoran Baru, Jaksel sebesar Rp349 juta.
Atas perbuatannya, Jero dijerat Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 junto Pasal 18 dan atau Pasal 12 huruf e atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 junto Pasal 65 ayat 1 KUHPidana.