TRIBUNNEWS.COM - Rapat konsultasi DPR dan pemerintah pekan depan akan menjadi penentu jadi atau tidaknya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi direvisi.
Presiden Joko Widodo diminta tetap menolak revisi dan tidak mengeluarkan surat presiden.
Kepastian digelarnya rapat konsultasi, yang diinisiasi DPR, disampaikan Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan, Sabtu (10/10), di Jakarta.
Melalui surat yang dikirimkan Jumat lalu, pemerintah diharapkan memberikan jawabannya pada Senin atau Selasa mendatang terkait jadwal rapat konsultasi tersebut.
Kehadiran Presiden Jokowi bersama Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly diharapkan dapat memastikan revisi UU No 30/2002 tentang KPK.
Surat dikirimkan Sekretariat Jenderal DPR setelah rapat konsultasi unsur pimpinan DPR dengan pimpinan Badan Legislasi (Baleg) DPR.
"Dalam rapat konsultasi, kami akan minta pandangan Presiden Jokowi sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan. Pandangan pemerintah finalnya (terkait revisi) seperti apa," katanya.
Menurut Taufik, mekanisme pembahasan produk legislasi hanya bisa dilanjutkan jika ada kesepakatan pemerintah dan DPR.
Sejak DPR berinisiatif mengusulkan revisi UU KPK di Prolegnas 2015 lewat rapat pleno Baleg DPR, 6 Oktober lalu, Presiden belum menyampaikan sikap resmi. Sekretaris Kabinet Pramono Anung baru menuturkan, pemerintah memperhatikan semua aspirasi terkait revisi UU KPK (Kompas, 10/10).
Sejauh ini, DPR juga terbelah menyikapi revisi UU KPK. Dari 10 fraksi, enam tak setuju dengan pasal yang berindikasi melemahkan KPK, seperti masa kerja KPK 12 tahun.
Meskipun ada rapat konsultasi DPR-pemerintah, Ronald Rofiandri dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan berharap Presiden tetap menolak revisi UU KPK.
"Kalau pemerintah betul-betul konsisten, sebaiknya Jokowi tak mengeluarkan surat presiden karena gelagatnya DPR menginginkan revisi UU KPK dengan mengambil inisiatif revisi," ujarnya.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak mempertanyakan komitmen fraksi di DPR terhadap pemberantasan korupsi.
Di satu sisi, mereka menyatakan ingin memperkuat KPK, tetapi di sisi lain mereka justru menyetujui pasal-pasal yang dapat melemahkan KPK. (AGE/NTA/ONG/GER)