Di bidang ekonomi, medan yang dihadapi pemerintah memang berat. Restrukturisasi ekonomi berhadapan dengan ketidaksiapan birokrasi dan eksistensi mafia dan kartel di banyak sektor bisnis. Pelambatan ekonomi juga mulai diikuti ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK). Dari Januari sampai September 2015, ada 724.000 orang yang mencairkan dana Jaminan Hari Tua. Menurut Apindo, sebagian besar adalah korban PHK.
Ke depan, jalannya pembangunan semakin banyak bergantung pada kinerja pemerintahan daerah dalam menyerap anggaran. Dalam RAPBN 2016, belanja pemerintah pusat sebesar Rp 1.339,1 triliun dengan rincian belanja kementerian dan lembaga Rp 780,4 triliun dan belanja non-kementerian dan lembaga Rp 558,7 triliun. Adapun transfer ke daerah dan dana desa mencapai Rp 782, 2 triliun. Jika ditambah dengan APBD yang bersumber dari pendapatan asli daerah (PAD), jumlahnya menjadi lebih dari Rp. 1.000 triliun. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, transfer daerah melebihi anggaran untuk kementerian. Presiden Jokowi juga menyiapkan dana infrastruktur yang mencapai Rp 313,5 triliun; 8 persen dari RAPBN 2016 senilai Rp 2.121,3 triliun.
Arah sudah tepat
Dalam satu tahun pemerintahan Jokowi, kita melihat pemerintah telah berjalan ke arah yang tepat, membangun fondasi yang kokoh untuk ke depan; antara lain berupa meningkatnya APBN, menurunnya subsidi dan meningkat sangat tinggi pembangunan infrastruktur, alokasi anggaran ke daerah yang lebih tinggi daripada di pusat, penguatan industri alutsista, insentif pajak untuk mengendapkan dana-dana valuta asing di dalam negeri, insentif untuk ekspor, dan lain-lain. Suatu kebijakan yang berani di tengah impitan dinamika politik, ekonomi yang begitu tinggi, dan atmosfer politik Indonesia yang gegap gempita. Hasilnya tentu baru akan terasa dalam 2-3 tahun ke depan.
Beratnya tekanan ekonomi masih akan berlanjut sampai 2016. Alam juga sedang menguji. Kemarau panjang yang menyengat berdampak pada kegagalan panen dan kebakaran hutan.
Kemarau panjang di sisi lain adalah mekanisme alam mematikan hama-hama penyakit tanaman. Kita juga melihat di dalam negeri, banyak sinisme ditujukan kepada pemerintah, seperti istilah presiden prematur, berita hoax di media sosial seperti Presiden Jokowi akan menjual BUMN ke Tiongkok atau diberitakan akan minta maaf kepada PKI. Saya memahami, di era demokrasi, tidak semua orang setuju dan mendukung pemerintah, tetapi dalam suasana tekanan berat pada perekonomian nasional saat ini, dan dunia dalam ancaman resesi dan ketidakpastian, sebaiknya kalau tidak bisa membantu, jangan mengganggu.
Kita semua menyaksikan presiden dan pemerintah telah bekerja keras. Seruan kerja, kerja, kerja bukanlah retorika kosong. Dengan payung hukum yang dibuat, keterlambatan pencairan dana APBN dan APBD, yang terjadi karena ketakutan aparat birokrasi didakwa melakukan penyimpangan, bisa dihilangkan.
Berbagai situasi ekonomi yang ada ini bukanlah kondisi permanen. Saya harap harga komoditas ekspor unggulan Indonesia akan meningkat, dan langkah-langkah Presiden dapat mempercepat pencairan APBN dan APBD, sesuatu yang sangat strategis karena APBN dan APBD menyumbang sekitar 15 persen dari PDB.
Langkah mendorong industri padat karya baru untuk memperluas lapangan kerja dilaporkan BKPM pada semester I-2015 ada sebanyak 970 pabrik makanan dan minuman, 378 pabrik tekstil, 100 pabrik sepatu, dan 156 pabrik furnitur, serta penurunan bunga kredit usaha rakyat (KUR) menjadi 9 persen adalah kebijakan strategis yang tepat, baik untuk jangka pendek maupun panjang. Tiga paket kebijakan ekonomi yang telah diluncurkan memberikan harapan pertumbuhan ekonomi 2016 sebesar 5,3 persen dapat dicapai.
Butuh kesabaran rakyat
Rakyat perlu sabar karena yang sedang dilakukan akan menciptakan masyarakat sejahtera yang mandiri dan berkelanjutan; bukan masyarakat yang nyaman dengan aneka subsidi yang pada akhirnya tidak terpikul oleh negara seperti di Uni Soviet dan negara-negara komunis dulu.
Kita sedang menuju masyarakat produktif di semua lini. Proyek hilirisasi harus dijalankan dengan rangsangan insentif pajak agar muncul produk-produk olahan pertanian serta pertambangan; pemerintah tak perlu keluar uang, cukup dengan kebijakan perpajakan. Misalnya, kalau PPh minyak mentah (crude oil) sekitar 25 persen, produk turunan akhir bisa dikenai PPh 10 persen, begitu juga dengan kopi, teh, dan lain-lain. Sudah tepat langkah membentuk CPO Fund dengan tujuan mendorong hilirisasi CPO.
Amat penting menyusun strategi untuk membuat setiap peluang ekonomi dan pasar yang berkembang digunakan untuk memperkuat pelaku ekonomi nasional. Tentulah amat bermanfaat kehadiran penanaman modal asing di Indonesia sekarang dan ke depan; untuk perluasan lapangan kerja/kesempatan berusaha dan alih teknologi. Namun, tujuannya haruslah membangun kemampuan nasional dan jangan membangun ketergantungan.
Semua negara di muka bumi ini paling tidak memiliki tiga instrumen penting untuk membawa kemajuan, yaitu instrumen fiskal (unsur pentingnya APBN, pajak, bea masuk), instrumen moneter (unsur pentingnya jumlah uang beredar, suku bunga bank), dan instrumen administrasi (unsur pentingnya adalah perizinan). Ketiga instrumen tersebut perlu digunakan oleh pemerintah secara cerdas untuk membawa kemajuan di segala bidang.
Popularitas Presiden Jokowi yang menurun diharapkan tidak menurunkan semangat Presiden untuk melanjutkan upaya menata fondasi ekonomi Indonesia menuju kejayaan Indonesia tercinta.
Siswono Yudo Husodo
Ketua Yayasan Pembina Pendidikan Universitas Pancasila
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 12 Oktober 2015, di halaman 6 dengan judul "Setahun Pemerintahan Jokowi".
>