TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Kehormatan DPR (MKD) menjadwalkan pemeriksaan pimpinan DPR, Seyta Novanto dan Fadli Zon, Senin (19/10/2015) terkait dugaan pelanggaran etik kunjungan ke Amerika Serikat diselingi pertemuan dengan kandidat Presiden AS, Donald Trump.
Hadir atau tidaknya kedua pimpinan DPR itu pada panggilan kali ketiga itu, MKD akan langsung mengambil keputusan kasus tersebut.
"Kalau panggilan ketiga dia tidak datang, tanggal 19 itu kami akan putus tanpa memeriksa yang lain," kata Junimart di MKD Gedung DPR, Jakarta, Selasa (13/10/2015).
Menurut Junimart, putusan yang akan diambil oleh MKD itu tidak akan cacat kendati Setya Novanto dan Fadli Zon selaku pihak teradu tidak memberikan keterangan setelah tiga kali mangkir dari panggilan. Dan putusan tersebut tidak cacat.
"Cacat apanya. Pasal 24 ayat 5 (UU MD3) sudah jelas menyatakan itu, dasar kami pasal itu. Bunyinya, apabila teradu dipanggil tiga kali berturut-turut tidak hadir tanpa alasan yang sah, maka MKD bisa memutuskan perkara tersebut di luar kehadiran teradu," kata Junimart.
Anggota DPR dari PDI Perjuangan itu meyakinkan MKD akan mengambil keputusan kendati kedua pimpinan tidak memenuhi panggilan ketiga.
"Kita akan lihat, kalau tidak datang, kami akan bersikap. Apalagi Fadli Zon mengatakan, kasus ini ada unsur politik, karena saya bukan bagian dari KMP, itu kan ngaco. Di sini bukan masalah KMP atau KIH, soal itu nggak ada lagi," ujarnya.
"Jadi, memang kalau sudah pimpinan itu suka bicara aneh-aneh. Teman-teman anggota (DPR) juga punya perasaan begitu kok," sambungnya.
Bagi Junimart, sikap Fadli Zon yang berpikir seolah penanganan kasus Trumpgate kental muatan politik adalah aneh. Hal itu sudah ditunjukkan saat pimpinan DPR melarang Sekretaris Jenderal, Winantuningtyastiti Swasanani memenuhi panggilan MKD.
"Iya Sekjen kirim surat, katanya harus ada izin pimpinan, itu aja sudah aneh-aneh," tukasnya.