News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Aksi Terorisme Sepi, Tokoh NU: Justru Diam Itu Berbahaya

Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Seorang pejuang Negara Islam (ISIS) memegang bendera ISIS dan senjata.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pergerakan para penganut paham kekerasan dan terorisme sepi akhir-akhir ini.

Namun, justru hal tersebut patut diwaspadai, bisa saja mereka sedang merancang strategi baru dalam menjalankan propaganda dan aksinya.

"Diam itu justru malah berbahaya. Memang harus kita akui akhir-akhir ini pergerakan mereka diluar sepi, tapi bisa jadi mereka tengah merancang strategi baru yang dikembangkan untuk menjalankan visi mereka. Ingat kelompok ini sangat kaya terutama dalam metode rekrutmen anggota melalui teknologi IT," ujar Tokoh Muda NU Adnan Anwar dalam pernyataannya, Rabu(14/10/2015).

Adnan mengatakan apa yang digambarkan sepi akhir-akhir ini bukan karena mereka para teroris tidak ada, tetapi mereka sengaja membuat agak kendur.

Hal itu tidak lepas dari upaya pencegahan dan penindakan terorisme yang akhir-akhir dilakukan pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan lembaga terkait lainnya seperti Polri, TNI, dan lain-lain.

"Justru saya sendiri bertanya ada apa sebenarnya dengan sikap diam itu? Menangani gerakan kekerasan dan terorisme itu tidak boleh berhenti. Jangan karena diam, mereka dianggap tidak ada. Faktanya, dakwah dan propaganda mereka, terutama melalui dunia maya, sangat efektif dalam pengembangan tujuan mereka yaitu khilafah. Dan itu telah dibuktikan dengan apa yang dilakukan ISIS saat ini," ujar Mantan Wasekjen PBNU ini.

Salah satu bukti, lanjut Adnan, adalah tergelarnya Parade Tauhid di Solo, Jakarta, dan Yogyakarta.

Menurutnya, Parade Tauhid itu adalah salah satu bentuk pendekatan paling soft terhadap dukungan khilafah islamiyah.

Ia menilai, gerakan-gerakan seperti ini seharusnya tidak boleh ada dan terjadi di Indonesia. Apalagi jelas tujuan mereka adalah mendirikan negara sendiri.

"Seharusnya kegiatan-kegiatan seperti Parade Tauhid tidak boleh ada di Indonesia karena mereka jelas menentang NKRI. Tapi ini belum bisa diatasi karena belum ada payung hukum sebagai landasan melarang mereka melakukan kegiatan tersebut," ucap Adnan.

Masyarakat dan bangsa Indonesia pun kata Adnan diimbau agar tidak terkecoh dengan strategi diam atau sepi yang dilakukan para penganut paham kekerasan dan terorisme.

Dalam analisisnya, Adnan memberi contoh yaitu masyakarat perkotaan yang rata-rata pemahaman agamanya agak rendah dibandingkan masyarakat desa, adalah pangsa yang sangat memungkinkan untuk direkrut melalui propaganda di media sosial atau dunia maya, terutama oleh kelompok ISIS.

Tapi diakuinya, saat ini mereka tidak berani mengungkapkan ke publik.

Kondisi ini tidak boleh dibiarkan dan harus ada upaya untuk membendung strategi-strategi yang mungkin akan dilakukan oleh pelaku terorisme.

"Harus ada early warning system, dalam menyikapi sikap diam itu. Bisa saja mereka menunggu momentum karena dukungan melalui taraf pemikiran itu sangat berbahaya dan memiliki potensi yang besar sekali. Intinya, terlepas dari sikap diam atau terbuka, dalam menangani gerakan kekerasan dan terorisme itu tidak boleh berhenti," ujar Adnan.

Hal senada diungkapkan mantan pelaku teroris Abdurrahman Ayyub.

Menurutnya, gerakan-gerakan diam seperti yang sudah diungkapkan tidak boleh dibiarkan.

Sebagai mantan teroris, ia mengaku sangat paham dengan strategi-strategi penyebaran paham kekerasan dan terorisme tersebut.

"Mau diam atau membuat parade, para pelaku terorisme itu selalu memanfaatkan berbagai hal untuk menjalankan misi mereka. Dan itu dilakukan sampai misi itu berhasil. Jadi kegiatan seperti Parade Tauhid itu pasti digunakan untuk kepentingan tertentu,"katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini