TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aksi kekerasan marak terjadi di sejumlah tempat. Hal ini karena kehidupan warga negara sudah terlalu bebas sehingga tidak mematuhi etika.
Apabila pemerintah tidak mengambil tindakan tegas, maka aksi kekerasan ini dapat disusupi oleh pihak ketiga. Sehingga mengakibatkan kerusuhan dalam jumlah besar.
"Di era reformasi masalah HAM begitu sensitif. Orang merasa hak tidak mau diganggu," tutur Koordinator Sub Komisi Mediasi Komnas HAM, Ansori Sinungan di kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis (22/10/2015).
Dia membandingkan dengan zaman orde baru, di mana pemerintah begitu otoriter mengekang hak masing-masing warga negara. Ini membuat warga negara tersebut tertib.
Sementara di era reformasi, warga negara terlalu bebas. Jadi, sangat sulit dibuat tertib.
Seharusnya, ada keseimbangan ketertiban dan kebebasan.
"Sekarang terlalu bebas jadi tak bisa lagi tertib, perlu cari keseimbangan. Sering bereaksi karena terlalu bebas," kata dia.
Ini membuat aksi kekerasan pada zaman reformasi terjadi di sejumlah tempat. Saat zaman orde baru karena aksi kekerasan dapat ditekan, maka seketika meledak secara nasional.
Oleh karena itu, diperlukan peran aparat penegak hukum supaya mengambil tindakan tegas apabila seorang bersalah. Sementara itu, masyarakat tertib dan tidak anarkis.