News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemberian Remisi dalam RUU KUHP Dinilai Diskriminatif

Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Aktivis anti korupsi membawa petisi dukungan kepada Komisi Pemeriksaan Korupsi di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Jumat (4/4/2014). Aktivis tersebut menyampaikan dukungannya kepada KPK atas dugaan upaya pelemahan KPK melalui RUU KUHP dan KUHAP yang saat ini tengah dibahas di DPR RI. (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Julius Ibrani, ‎pengacara publik dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), menyatakan pemberian remisi dalam RUU KUHP‎ bersifat diskriminatif.

Sebab, kata Julius, di satu sisi bisa saja tiba-tiba koruptor atau narapidana korupsi dapat remisi dari Kementerian Hukum dan HAM namun di sisi lain pemerintah masih mencanangkan adanya aturan hukuman mati dalam RUU KUHP tersebut.

Seperti diketahui, dalam draf RUU KUHP Pasal 58 mengatur soal dimungkinkan adanya perubahan putusan pidana yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dengan mengajukan permohonan.

Permohonan tersebut dapat diajukan si narapidana, orangtua narapidana, walinya, penasihat hukum narapidana tersebut, jaksa penuntut umum atau hakim pengawas.

Yang lebih disayangkan lagi, dengan rancangan KUHP itu kata Julius, pemerintah bisa menjadikan hari-hari besar di kalender sebagai momen untuk memberikan remisi kepada narapidana. Walaupun dengan syarat yang diatur kembali oleh peraturan di bawahnya.

"Indikator pemberian remisi malah menjadi tidak jelas. Karena itu diperlukan reformasi hukum agar diatur pengetatan tata cara pemberian remisi," kata Julius. ‎

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini