TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nelayan Indonesia akan dirugikan bila Indonesia bergabung dalam Trans Pacific Partnership (TPP).
Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Riza Damanik, menilai saat ini nelayan Indonesia terutama nelayan tradisional belum siap untuk bersaing dengan nelayan asing.
Ketika dihubungi Tribunnews.com, Minggu (1/11/2015), Riza Damanik juga mengatakan bahwa TPP mengharuskan integrasi standar produk dan hal itu tentunya dapat menghambat pertumbuhan produk-produk dalam negri, dan mengganggu daya saing produk lokal.
Saat ini saja, Amerika Serikat (AS) yang merupakan inisiator TPP sudah berusaha menegal produk lokal melalui kritiknya.
Riza Damanik menyebut ada sejumlah perusahaan asal AS, yang meminta Indonesia memangkas subsidi terhadap industri tambak udang.
"Alasannya, subsidi itu mendistorsi harga udang di pasar internasional. Hal semacam ini berpotensi semakin meluas ke depannya," katanya.
Pemerintah AS sebagai insiiator TPP menurut Riza juga menolak mengakui wilayah Indonesia sebagai negara kepulauan, dengan tidak meratifikasi ketentuan archipelagic state. Justru kini pemerintah melalui TPP hendak merangkul AS untuk bekerjasama mengelola kawasan Pacific.
"Tentu, sangatlah aneh, ketika Amerika tidak mengakui kedaulatan kita di laut, justru kita jadikan mitra dagang dan investasi," terangnya.
Selain nelayan lokal, masyarakat di pesisir dan di pulau-pulau kecil, juga akan semakin tertekan, bila Indonesia bergabung dengan TPP. Karena dengan TPP, tentunya anggota-anggota TPP lainnya berhak ikut memanfaatkan potensi yang ada di pesisir dan pulau terluar.
Seperti yang diberitakan sebelumnya Presiden Joko Widodo sudah menyampaikan ketertarikan Indonesia bergabung dengan TPP. Hal itu disampaikan Presiden langsung kepada Presiden AS, Barrack H.Obama, saat Presiden Joko Widodo mengunjungi negri paman Sam itu pada 26 Oktober lalu.