Dalam mengelola pemerintah, Yoyok menerapkan keterbukaan. Dia membuka rumah dinasnya selama 24 jam bagi masyarakat.
Meski sudah menjadi bupati, Yoyok juga masih sering naik sepeda ke masjid di Alun-alun Kota Batang untuk shalat berjemaah.
Yoyok juga menerapkan transparansi anggaran dan pembangunan. Mulai 2012, Pemkab Batang bekerja sama dengan Ombudsman RI di bidang layanan publik, termasuk mulai menerapkan lelang jabatan.
Yoyok juga membentuk Unit Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik (UPKP2) Kabupaten Batang pada 2013. Kantor ini bertugas melayani semua usulan dan pengaduan masyarakat yang belum digarap atau belum masuk agenda pembangunan.
Dalam pengadaan barang dan jasa, Yoyok belajar kepada Pemkot Surabaya untuk mengadopsi sistem layanan pengadaan secara elektronik (LPSE) yang dapat mencegah rekayasa dan korupsi.
Hasilnya, LPSE Batang pada 2014 meraih standar ISO 27001 dari Lembaga Sertifikasi Internasional ACS Registrars.
Demi menjaga kualitas kegiatan, Pemkab Batang juga bekerja sama dengan Universitas Negeri Semarang sebagai supervisi dan pengawas.
Pembenahan ini, kata Yoyok, bukan tanpa gejolak. Ketika UPKP2 dibentuk, sempat muncul tudingan lembaga itu sebagai inspektorat bayaran.
Namun, pembenahan sistem itu akhirnya menuai apresiasi. Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran pada 2013 menyatakan, Pemkab Batang merupakan daerah dengan urutan terendah dalam penyimpangan anggaran se-Jateng.
Pada tahun itu, Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Batang juga meraih Investment Award 2013 dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Kini, Yoyok menerima Bung Hatta Anti-Corruption Award 2015.
"Penghargaan itu ujian bagi saya. Jabatan saya tinggal setahun dua bulan. Cukup sekali menjadi bupati. Semoga pengganti saya jauh lebih baik," harap Yoyok. (WHO)
Sumber : Harian Kompas