TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiqurrahman Ruki menilai lebih tepat kepolisian menangani kasus dugaan pencatutan nama presiden dan wakil presiden yang dilakukan Ketua DPR Setya Novanto ke PT Freeport.
"Yang paling tepat dalam hal ini adalah kepolisian. Karena dia bisa masuk segala penjuru. Sementara KPK itu hanya bisa masuk satu dari sisi tindak pidana korupsi," kata Ruki usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (19/11/2015).
Ruki menjelaskan kepolisian dapat masuk dalam kasus itu mulai dari UU Informasi Teknologi (IT), Tindak Pidana Umum dan lainnya.
Sedangkan untuk kasus diluar perspektif hukum dapat ditangani komite etik yakni Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR.
Apalagi, kata Ruki, keputusan MKD tidak akan menggugurkan langkah hukum yang dilakukan aparat.
"MKD melakukan pemeriksaan. Keputusan MKD tak akan menganulir langkah-langkah hukum yang dilakuka aparat penegak hukum. Tapi, dari pada hiruk pikuk, lebih baik MKD turun," ujarnya.
Sedangkan dari sisi tindak pidana korupsi, Ruki enggan berandai-andai dalam menjawab pertanyaan tersebut. Ia mengatakan masyarakat harus bisa membedakan perilaku koruptif dan tindak pidana korupsi.
Menurutnya, seorang pejabat meminta sesuatu dari orang lain demi keuntungan pribadi termasuk perilaku koruptif.
"Meminta sesuatu itu adalah perilaku korup. Bedakan perilaku yang koruptif dengan tindak pidana korupsi," kata Ruki.