TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Chandra M Hamzah menegaskan tidak ada ketentuan dalam Undang-undang pimpinan KPK harus berasal dari unsur Kejaksaan.
Menurut Chandra, selama dirinya mengikuti kegiatan dalam Tim Persiapan Pembentukan Komisi Anti Korupsi, Kementerian Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia tahun 2000, tidak pernah dibicarakan keharusan adanya unsur jaksa atau unsur kepolisian sebagai Pimpinan KPK.
Menurut Chandra, ketentuan Pasal 21 ayat (4) UU KPK hanya menyatakan bahwa Pimpinan KPK adalah penyidik dan penuntut umum.
"Pasal ini untuk mengantisipasi apabila ada keadaan luar biasa dimana mengharuskan Pimpinan KPK untuk melakukan penyidikan dan atau penuntutan sendiri," kata Chandra saat dihubungi, Jakarta, Kamis (26/11/2015).
Ketentuan lain, kata dia, adalah mengenai kompetensi pimpinan KPK yang diatur Pasal 29 huruf (d) UU KPK.
Pasal tersebut menyatakan pimpinan KPK berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang memiliki keahlian dan pengalaman sekurang-kurangnya 15 tahun dalam bidang hukum, ekonomi, keuangan, atau perbankan.
Adanya persyaratan tersebut, lanjut dia, dilatarbelakangi pemikiran bahwa pemberantasan korupsi tidak cukup dengan pendekatan hukum saja, melainkan diperlukan keahlian dibidang lain, yaitu ekonomi, keuangan, atau perbankan.
"Mengenai apakah calon-calon Pimpinan KPK memenuhi syarat tersebut atau tidak, silahkan DPR yang menilainya," tukas Komisaris PT PLN (Persero) itu.
Sebelumnya, salah satu alasan Komisi III DPR RI menunda pengambilan keputusan capim KPK adalah karena tidak ada unsur kejaksaan dalam kompisisi Capim KPK.