TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pegiat antikorupsi tidak sepakat mengenai pembentukan Pansus Freeport yang menunda proses persidangan kasus Ketua DPR Setya Novanto.
Karena menurut perwakilannya Peneliti Hukum dan kebijakan Transparency International Indonesia (TII), Reza Syahwawi, selama ini, pembentukan Pansus-pansus di DPR lebih digunakan untuk bargaining politik.
Tapi, tegas dia, Pansus bukan untuk menyelesaikan persoalan.
"Kalau belajar dari pembentukan pansus-pansus di DPR, itu lebih digunakan untuk bargaining politik, bukan untuk menyelesaikan persoalan," tegas Reza kepada Tribun, Senin (30/11/2015).
Selain itu, dia menilai, jika tetap dibentuk Pansus Freeport, maka proses etik di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) tetap bisa berjalan tanpa harus bergantung dgn hasil pansus.
Sebab proses di pansus bukanlah bagian dari proses persidangan etik di MKD.
"MKD itu memiliki proses beracara tersendiri dan tidak ada hubungannya dengan pansus," katanya.
Sebelumnya, Anggota Mahkamah Kehormatan ‎Dewan (MKD) asal Golkar Ridwan Bae mendorong terbentuknya Panitia Khusus (Pansus) Freeport.
Ia meminta proses kasus Ketua DPR Setya Novanto di MKD ditunda dahulu sambil menunggu Pansus selesai bertugas.
"Sebaiknya kita membentuk Pansus Freeport. Itu akan jauh lebih membuka semua. Siapa yang salah, 120 menit (pembicaraan) terbuka secara menyeluruh. Terus kalau ada pejabat-pejabat mana, kelihatan semua. Itu baru rakyat terpuaskan," kata Ridwan di Gedung DPR, Jakarta, Senin (30/11/2015).