TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) merilis hasil investigasi kecelakaan pesawat Airbus A320 milik AirAsia QZ 8501 yang mengalami kecelakaan setelah berangkat dari Bandara Juanda Surabaya menuju Bandara Changi, Singapura tanggal 28 Desember 2014.
Ketua Subkomite Kecelakaan Udara KNKT Kapten Nurcahyo Utomo mengatakan sebelum jatuh pesawat mengalami kecelakaan diawali dengan kerusakan rudder travel limit unit (RTLU) dan mengalami empat kali aktivasi tanda peringatan yang disebabkan karena terjadinya gangguan pada sistem Rudder Travel Limiter (RTL).
"Sejak pukul 06.01 Flight Data Recorder (FDR) mengalami gangguan, atas kerusakan ini pilot melakukan prosedur yang ada. Kemudian problemnya hilang pesawat melanjutkan perjalanan, delapan menit kemudian kerusakan kedua terjadi lagi dan pilot melakukan prosedur dengan langkah yang tertera pada ECAM. Empat menit kemudian kembali terjadi lagi dan berhasil diatasi. Dua menit setelah itu problem keempat muncul lagi," kata Nurcahyo di kantor KNKT, Jakarta Pusat, Selasa (1/12/2015).
Dirinya mengatakan, pada gangguan keempat yang terjadi pada jam 06.15 WIB, FDR mencatat penunjukan berbeda dengan tiga gangguan sebelumnya. Namun menunjukan kesamaan dengan kejadian pada tanggal 25 Desember 2014, saat pesawat masih di darat.
"Apa yang dilakukan awak pesawat setelah gangguan keempat ini mengaktifkan tanda peringatan kelima yang memunculkan pesan di ECAM berupa auto FLT FAC 1 FAULT dan keenam yang memunculkan pesan di ECAM berupa auto FLT FAC 1+2 FAULT," katanya.
Menurutnya, setelah auto FLT FAC 1+2 Faultn auto pilot dan auto thurst tidak aktif, sistem kendali fly by wire pesawat berganti normal law ke laternate law. Dimana beberapa proteksi tidak aktif.
"Pengendalian pesawat oleh awak pesawat selanjutnya dilakukan secara manual, selanjutnya menyebabkan pesawat masuk dalam kondisi yang disebut upset condition dan stall hingga akhir rekaman FDR," kata Nurcahyo.
Pesawat AirAsia dari Surabaya menuju Singapura hilang kontak pada 28 Desember 2014 dan penemuan serpihan pertama pesawat pada 30 Desember 2014, sedangkan ekor pesawat ditemukan pada 27 Februari 2015.