TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung berencana memanggil sejumlah orang terkait dugaan permufakatan jahat dalam rekaman pembicaraan pencatutan nama presiden dan wakil presiden untuk meminta saham PT Freeport Indonesia.
Pemanggilan tersebut, menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Amir Yanto, merupakan bagian dari upaya penyelidikan kasus yang melibatkan Ketua Umum DPR RI Setya Novanto.
"Sampai sekarang masih melakukan penyelidikan perkara Setya Novanto mengumpulkan bahan keterangan yang berkaitan seperti rekaman, dan tidak menutup kemungkinan meminta keterangan dari pihak-pihak yang terkait nantinya," kata Amir Yanto di Kejaksaan Agung, Kebayoran Baru, Jakarta, Rabu (2/12/2015).
Amir menjelaskan, Kejaksaan mulai menyelidiki kasus pencatutan nama presiden untuk meminta saham PT Freeport Indonesia karena menganggap kejadian ini bukan bagian dari delik aduan. Sehingga Kejaksaan dapat langsung menindaklanjuti tanpa ada aduan masyarakat terlebih dahulu.
"Dari pemberitaan dianalisa, ini murni masalah hukum dan bukan delik aduan. Ini delik biasa sehingga tidak perlu ada aduan," kata Amir.
Sebelumnya, pada Senin (16/11/2015) Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said melaporkan Ketua DPR RI Setya Novanto ke Majelis Kehormatan Dewan (MKD).
Pelaporan itu dilakukan karena Sudirman mengetahui Setya mencatut nama presiden dan wakil presiden saat bertemu Direksi Freeport McMoran.
Dalam pertemuan tersebut Ketua DPR meminta sejumlah saham guna memuluskan negosiasi perpanjangan kontrak karya pengelolaan wilayah Tembagapura, Papua oleh perusahaan tambang asal negeri Paman Sam itu.