TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR Kurtubi menilai tidak etis Ketua DPR Setya Novanto dan dan pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid membahas saham Freeport dan saham di PLTA.
Hal itu terungkap saat pemutaran rekaman pertemuan dengan Ketua DPR Setya Novanto dan pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid pada 8 Juni 2015.
Hal itu juga terlihat dari keterangan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin dalam Sidang Mahkamah Kehormatan Dewan, Kamis (3/12/2015).
"Dari percakapan yang diputar di MKD dan keterangan SS dan Presdir Freeport, jelas terbukti bahw SN telah terbukti melanggar etik," ujar Kurtubi kepada Tribun, Kamis (3/12/2015).
Menurut Kurtubi, sangat tidak etis ketua DPR dan pengusaha hendak menentukan besaran saham yang bisa 'diberikan' kepada Presiden dan Wakil Presiden.
Hari ini, Maroef diundang MKD untuk dimintai keterangannya seputar pertemuan dengan Ketua DPR Setya Novanto dan pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid pada 8 Juni 2015. Dalam pertemuan itulah, Novanto dibantu Riza diduga meminta saham PT Freeport Indonesia kepada Maroef.
Dalam sidang kali ini, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, mengakui bahwa pertemuannya dengan Ketua DPR RI Setya Novanto untuk membicarakan kontrak karya Freeport.
Menurut dia, Novanto sebagai Ketua DPR tak memiliki wewenang dan tidak kompeten untuk membicarakan hal tersebut.
"Tidak (berwenang). Kewenangan itu adalah pemerintah pusat," kata Maroef dalam sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (3/11/2015).
Pernyataan tersebut diberikan Maroef untuk menjawab pertanyaan anggota MKD asal fraksi Partai Hanura, Syarifudin Sudding.
Selain mengakui Novanto tak memiliki kewenangan, Maroef juga menegaskan bahwa pertemuannya dengan Novanto dan pengusaha minyak Riza Chalid tersebut tidak etis.
"Tidak etis dan tidak patut," ujarnya singkat.
Namun, ia mengakui bahwa rekaman percakapan yang diperdengarkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Sudirman Said kemarin sama dengan rekaman yang dimilikinya.
"Betul. Sama dengan yang saya rekam," kata Maroef.
Pada awal kesaksian Maroef, mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) itu mengungkapkan bahwa dirinya mulai tidak nyaman dengan pembicaraan bersama Setya Novanto dan Riza Chalid ketika obrolann selama dua jam menyimpang ke banyak hal.
Di dalam rekaman yang diperdengarkan dalam sidang MKD pada Rabu (2/12/2015) malam, Setya dan Riza tak hanya membicarakan kontrak karya Freeport dan pembangunan PLTA Urumuka, Papua.
Mereka juga menyinggung soal sikap Presiden Jokowi yang keras kepala hingga kejadian Jokowi dimarahi Megawati dan Budi Gunawan.
"Saya lebih banyak mendengar, mereka sudah sangat asyik bicara ke sana kemari. Insting saya dengan profesi terdahulu, rasanya tidak pantas hal itu dibicarakan seorang pengusaha dan pimpinan lembaga. Akhirnya untuk kedua kalinya, saya menghentikan pembicaraan dan bilang terima kasih atas waktunya, lalu saya pamit keluar," ucap Maroef.