News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pansus Kasus Pelindo II

Pansus Minta Kemenhub Kaji Pemberian Kuasa Pelindo II Dengan JICT

Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Pansus Pelindo II Rieke Diah Pitaloka

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Pansus Pelindo II DPR menghasilkan sejumlah kesimpulan dalam rapat dengan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan dan Mantan Menteri Perhubungan EE Mangindaan.

Ketua Pansus Pelindo II Rieke Diah Pitaloka meminta Kementerian Perhubungan mengkaji perjanjian pemberian kuasa antara PT Pelindo II dengan Terminal Peti Kemas Jakarta (JICT).

Hal itu untuk mengetahui apakah merupakan pelimpahan kuasa pengelolaan atau bisnis to bisnis.
"Apakah itu merupakan pelimpahan kuasa pengelolaan atau B to B atau bentuk lainnya dan harus diserahkan pada 8 Desember 2015," kata Rieke di Ruang Rapat Pansus Pelindo, Gedung DPR, Jakarta, Rabu (2/12/2015).

Rieke menuturkan pihaknya juga meminta data pertumbuhan through put di Daerah Lingkungan Kerja Tanjung Priok.

Sedangkan‎ untuk kuasa hukum PT Pelindo II, Soemadipradja and Taher, diminta mengkaji perjanjian pemberi kuasa antara PT Pelindo II dengan JICT.

"Melakukan kajian terhadap perjanjian pemberian kuasa antara PT Pelindo II dengan JICT, apakah merupakan pelimpahan kuasa pengelolaan (konsesi) atau business to business, atau bentuk lainnya. Diserahkan tanggal 8 Desember 2015," katanya.

‎Rieke juga menyampaikan kesimpulan rapat pansus yang berlangsung pada hari ini.

Pertama, Menteri Perhubungan RI yang lama maupun yang baru tidak pernah menerima dokumen bahwa ada amandemen perjanjian kontrak manajamen antara Pelindo II maupun HPH yang terkait dengan JICT.

Kedua, berdasarkan Undang-Undang nomor 17 tahun 2008 bahwa segala perjanjian yang ada harus didahului konsensi antara pihak Pelindo II dengan Kementerian Perhubungan.

Ketiga perjanjian konsesi antara Kementerian Perhubungan dan Pelindo II baru terjadi tanggal 11 November 2015.

"Oleh karena itu semua amandemen perjanjian yang terjadi antara PT Pelindo II dengan JICT maupun HPH merupakan bukti ketidaktaatan dan pelanggaran UU no 17 tahun 2008. Konsensi yang terjadi tanggal 11 november 2015 tidak berlaku retroaktif," kata Politikus PDIP itu.

Kesimpulan keempat, kata Rieke, dengan tidak ditandatanganinya konsesi oleh PT Pelindo II pada tahun 2011 terjadi kerugian negara akibat negara tidak menerima Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sejak 2012.

Kelima menurut Rieke, terkait Circular Resolution of Shareholders atau kontrak final 7 Juli 2015, pihak ahli hukum Kementerian Perhubungan menegaskan bahwa terjadi pembuktian dengan dokumen hukum tersebut, saham dari PT Pelindo II tetap menjadi minoritas (48,9 persen, Kopegmar 0,10 persen) dan HPH tetap mayoritas (51 persen).

"Pihak Soemadipradja & Taher menegaskan bahwa sesuai dengan Perpres Nomor 39/2014, saham pihak asing dalam Penanaman Modal Asing (PMA) tidak boleh melebihi dari 49 persen," ujarnya.

Dengan adanya bukti hukum tersebut, Rieke mengatakan Soemadipradja & Taher justru menyarankan agar ada sanksi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) kepada PT Pelindo II.

Sedangkan kesimpulan keenam sesuai dengan UU no 17 tahun 2008 dan PP Nomor 61 Tahun 2009 bahwa konsesi yang diberikan oleh otoritas pelabuhan tidak boleh dipindahtangankan ke pihak ketiga.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini