Laporan Wartawan Tribunnews.com, Edwin Firdaus
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Belum lama ini masyarakat Indonesia kembali dikejutkan dengan penangkapan dua warga Indonesia oleh otoritas Jepang.
Namun sampai berita ini ditulis, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri belum bisa memberi kepastian rinci penyebab penangkapan kedua WNI tersebut.
Bahkan, dijelaskan Juru Bicara Kemenlu, Armanatha Nasir, pihaknya masih kesulitan mendapatkan akses menemui seorang WNI yang ditangkap pihak keamanan Jepang.
"Yang satu kami belum ketemu, alasannya karena infomasi yang kami terima dari otoritas keamanan Jepang, mereka sedang melakukan invetigasi mendalam kepada yang satu," kata Armanatha kepada wartawan, Kamis (3/12/2015).
Rabu (25/11/2015) pekan lalu, kedua WNI berinisial IR (31) dan DN (40), ditangkap kepolisian Metro Tokyo karena dugaan kaitan dengan Foreign Terrorist Fighters (FTF).
Namun Tata begitu Armanatha disapa, belum bisa memberi penjelasan, siapakah WNI yang menjalani investigasi mendalam oleh otoritas Jepang.
Ia hanya berani menduga, bahwa WNI tersebut adalah otak dari pengiriman teleskop untuk senjata berjenis rifflle.
"Yang satu ini yang diduga mengirimkan scope buat riffle," imbuhnya.
Untuk diketahui, kedua WNI ini terdeteksi otoritas Jepang telah beberapa kali membeli riffle scope (bukan senjata) secara online.
Mereka langsung mengirimkan barang tersebut sebanyak dua kali ke Indonesia, melalui ekspedisi express.
Setelah dilakukan penggeledahan ke apartemen mereka, polisi Jepang menemukan 29 buah teleskop.
Padahal, peralatan yang dimiliki mereka masuk ke daftar spesifikasi tinggi otoritas Jepang.
Artinya, jika melakukan pengiriman berkaitan dengan barang tersebut, mereka harus melewati proses perijinan yang ketat.
Diduga, karena itulah mereka ditangkap dan ditahan atas dasar pelanggaran UU Transaksi Mata Uang Asing dan Perdagangan Internasional.
Selain itu, Polisi Tokyo juga melaporkan penemuan atas video di facebook kedua WNI.
Terpampang rekaman Osama Bin Laden dan video atau gambar yang terkait dengan kelompok radikal.
Ini memperkuat alasan keamanan Jepang untuk mendalami lebih lanjut mengenai siapa penerima kiriman tersebut di Indonesia dan untuk apa penggunaannya