TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Resources Studies (IRESS) meminta divestasi saham PT Freeport Indonesia sebesar 10,64 persen tidak dilakukan melalui penawaran umum perdana (initial public offring/IPO) saham di Bursa Efek Indonesia.
Direktur Eksekutif IRESS Marwan Batubara mengatakan, pemerintah melalui Menteri ESDM Sudirman Said dan Staf Khususnya Said Didu mempersilahkan divestasi saham Freeport dengan mekanisme IPO.
"Ini jangan dibiarkan IPO, kalau IPO kan kita bisa ikut mengelola manfaat yang besar dari Freeport," ujar Marwan dalam diskusi di kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu (5/12/2015).
Menurut Marwan, pemerintah harus mengambil alih saham tersebut tanpa melalui IPO dan nantinya akan ditangani secara konsorsium yang di bawahnya terdapat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
"Ya apapun risikonya (dengan AS), kita harus menguasai saham itu. Jika dibiarkan IPO, maka saham kita tidak akan bertambah, kita harus putus tradisi yang jelek dan buktikan pemerintahan sekarang beda dari sebelumnya," tutur Marwan.
Pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), Freeport wajib melepas sahamnya sebesar 30 persen ke investor nasional karena diklasifikan sebagai perusahaan pertambangan bawah tanah.
Hingga 2020, Freeport masih harus melepas 20,64 persen sahamnya, sebab pemerintah sampai saat ini baru memiliki 9,36 persen.
Namun, untuk tahap awal, Freeport wajib melepas 10,64 persen pada tahun ini guna menggenapi menjadi 20 persen kepemilikan nasional, sementara 10 persen sisanya baru masuk masa penawaran divestasi pada 2020.