Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekjen Partai Demokrat Hinca Panjaitan mengingatkan bila Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR merupakan lembaga peradilan etik, bukan peradilan politik anggota Dewan.
Karena itu, seharusnya seluruh proses kasus etik Ketua DPR Setya Novanto di MKD dilakukan secara terbuka, independen, dan lepas kepentingan politik tertentu.
"MKD itu 'peradilan etik', bukan peradilan politik. Kalau etika, yah etikanya saja yang diuji secara terbuka dan sesuai aturan main," kata Hinca Panjaitan di kantor DPP Partai demokrat, Jakarta, Rabu (9/12/2015).
Hal ini disampaikan Hinca menyusul proses sidang pemeriksaan Setya Novanto selaku pihak teradu kasus pelanggaran etik terkait pertemuan dan pembahasan kontrak karya PT Freeport Indonesia (PT FI) di MKD pada Senin (7/12/2015) dilakukan secara tertutup.
Menurut Hinca, seharusnya 17 orang yang duduk di MKD menyadari kasus etik Setya Novanto tengah menjadi perhatian dan tanda tanya dari masyarakat luas sehingga proses tersebut perlu dilakukan secara terbuka.
Mereka harus melepaskan diri dari segala kepentingan politik dari pihak-pihak terkait kasus itu.
"Di situ saya garis bawahi, karena DPR itu lembaga politik, orangnya politik, tapi MKD itu lembaga peradilan etika. Jadi, teman-teman MKD diuji, apakah menjunjung tinggi etikanya atau tidak," ujarnya.
Diketahui, sebelum ini MKD sudah melakukan tiga persidangan pemeriksaan terkait kasus dugaan pelanggaran etik Setya Novanto selaku legislatif bersama pengusaha M Riza Chalid melakukan pertemuan dengan Presdir PT Freeport Indonesia (PT FI), Maroef Sjamsoeddin, dan membahas perpanjangan kontrak karya dan saham PT FI di Papua.
Sidang pemeriksaan Menteri ESDM Sudirman Said selaku pelapor kasus, dilakukan secara terbuka, begitu juga dengan sidang pemeriksaan Presdir PT Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin.
Namun, MKD justru memutuskan sidang dilakukan secara tertutup saat mereka memeriksa Setya Novanto selaku pihak tertuduh sebagaimana permintaan Novanto.