TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPR Setya Novanto akhirnya resmi melaporkan Menteri ESDM Sudirman Said dan Presdir PT Freeport Indonesia (PTFI), Maroef Sjamsoeddin ke Bareskrim Polri sebagaimana surat Tanda Bukti Laporan (TBL) per 11 Desember 2015.
Keduanya dilaporkan atas dugaan melakukan pidana fitnah atau pencemaran nama baik dan pelanggaran Undang-undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) karena menuduh Setya Novanto mencatut nama Presiden-Wakil Presiden dan meminta saham PT Freeport Indonesia (PTFI).
"Padi hari ini selesai sudah pengaduan kami, dengan kelengkapan bukti yang kami sampaikan," kata Kuasa Hukum Setya Novanto, Firman Wijaya usai menerima TBL pelaporan di Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (11/12/2015).
Dalam TBL /881/VII/2015/Bareskrim yang ditunjukkan ke wartawan, Firman melaporkan Sudirman dan Maroef dengan tuduhan melakukan fitnah, pencemaran nama baik dan pelanggaran UU ITE atau berita bohong.
Sebab, keduanya menyebutkan Setya Novanto mencatut nama Presiden-Wakil Presiden dan permintaan saham PT Freeport serta menyebarkan rekaman percakapan Novanto diduga ilegal di media massa pada 16 November 2015.
Keduanya dilaporkan telah melanggar Pasal 310 dan atau Pasal 311 KUH-Pidana dan atau Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 36 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dan atau Pasal 14 UU Nomor 1 Tahun 1946.
Firman mengaku menyertakan sejumlah barang bukti dalam laporan ke Bareskrim ini, di antaranya dokumen pernyataan Sudirman dan Maroef.
"Lampirannya ada beberapa dokumen terkait dengan standing point pernyataan dari Menteri Sudirman Said, di mana beliau dengan patut diduga sengaja menyebarkan tuduhan palsu ke Setya Novanto di muka umum mengenai pencatutan nama presiden dan wapres serta permintaan saham," kata Firman.
Firman menambahkan, pihaknya memang mulai melakukan pelaporan kasus ini ke Bareskrim Polri sejak dua hari lalu.
Namun, surat TBL dari Bareskrim baru bisa diperoleh karena pihaknya mendapatkan arahan dan pendalaman untuk kelengkapan pelaporan.
"Jadi, ini perlu bersabar karena proses pelaporan ini perlu pendalaman materi dan substansi yang perlu diarahkan. Juga karena ada beberapa peraturan perundang-undangan terkait illegal recorder dan illegal interception," kata dia.