News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Polemik Freeport

Indonesia Dipermalukan, Sementara Freeport Tertawa di Amerika

Penulis: Wahyu Aji
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Puluhan tahun mengambil harta karun di Papua, PT Freeport Indonesia dinilai belum memberikan timbal balik yang sebanding dengan kesejahteraan rakyat.

Peneliti dari Sajogo Institute Siti Maimunah mengatakan, masalah utama di PT. Freeport Indonesia bukan hanya di perpanjangan Kontrak Karya, pembagian besaran royalti, saham, dan divestasi. Namun, hal terpenting yang juga harus diperhatikan adalah social cost yang ditanggung masyarakat yang hidup di sekitar pertambangan.

"Pernah ngga ada biaya kesehatan yang dikeluarkan warga di sekitar pertambangan ditanggung oleh negara atau perusahaan? Krisis sosial ekologis yang dialami bangsa ini makin memburuk. Sementara kita sibuk menggelar drama untuk membicarakan hitung-hitungan royalti, saham, dan divestasi," kata Siti dalam sebuah diskusi, Minggu (13/12/2015).

Menurutnya, pembicaraan tentang laba ataupun perpanjangan kontrak selalu diulang-ulang. Akibatnya, menurut Maimunah, persepsi yang terbangun seolah-olah hal itu baru sekali terjadi.

"Krisis ekologis itu selalu berulang dan meluas. Celakanya, seperti krisisnya sendiri (sosial ekologis) yang selalu berulang. Pembicaraan tentang laba dan untung melalui renegoisasi kontrak dan divestasi saham diulang saat kontrak-kontrak diperpanjang. Mirip siaran televisi yang memberitahukan kehebohan banjir Jakarta tiap musim hujan, seolah baru terjadi kali itu saja," imbuhnya.

Berkaitan dengan perpanjangan Kontrak Karya Freeport, Maimunah mengingatkan, negara harus segera mengoreksi pengelolaan sumber daya alam yang saat ini lebih melayani pasar ketimbang rakyatnya sendiri.

Untuk itu dia menyarankan, setelah kontrak Freeport habis, pemerintah berani untuk menutup pertambangan Freeport hingga Indonesia mempunyai konsep yang jelas dan sudah melalui tahapan mendengarkan suara rakyat Papua.

"Sudah waktunya negara mengoreksi pengurusan kekayaan alam yang semata melayani pasar. Kalau saya pribadi, tutup dulu saja, sampai negara punya konsep mau dibagaimanakan ini. Kita tuh seperti dipermalukan dan Freeport tuh ketawa-ketawa aja di Amerika sana," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini