TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- "Saya sudah memberikan kesaksian saya dan saya kira MKD telah memberikan pertanyaan-pertanyaan yang saya jawab dalam sidang sebagai tugas saya. Serahkan kepada MKD DPR untuk membuat keputusan apapun itu," ujar Luhut di depan ruang sidang MKD, Senin (14/12/2015).
Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR kemarin meminta keterangan Luhut yang disebut sebanyak 66 kali dalam rekaman percakapan "Papa Minta Saham" yang pernah diputar sebelumnya.
Luhut berharap jawabannya dapat membantu MKD dalam emnangani perkara etik "Papa Minta Saham". Sehingga nantinnya kegaduhan kasus yang melibatkan Menteri ESDM, Sudirman Said sebagai pelapor dan Setya Novanto sebagai terlapor akan segera tuntas.
"Dan yang salah jika memang ada yang salah, ditindak sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku," katanya.
Luhut mengimbau dalam menyelesaikan kasus "Papa Minta Saham" , haruslah dengan fakta-fakta, bukan dengan gosip yang belum jelas asal usulnya.
"Saya juga menghimbau, jangan kita hidup dengan gosip dengan hal yang tidak perlu. Tapi, dengan fakta-fakta yang bisa kita kedepankan," paparnya.
Kasus "Papa Minta Saham" menurut Luhut menjadi pembelajaran, terutama bagi pejabat untuk memperhitungkan konsekuensi dari segala tindakannya. Pejabat harus menimbang-nimbang apakah tindakannya melanggar etik atau tidak.
"Buat pejabat, untik berhati-hati untuk tidak membuat pelanggaran-pelanggaran atau potensi pelanggaran yang tidak diinginkan di mata bangsa," pungkasnya.
Usai memberikan kesaksian, Luhut menolak memberi pernilaian etik atau tidak etiskah tindakan Ketua DPR Setya Novanto melakukan pembicaraan mengenai perpanjangan kontrak Freeport di Indonesia.
Luhut beralasan, dirinya perlu waktu untuk mempelajari rekaman pembicaraan Presdir PT Freeport Indonesia dengan Setya Novanto dan pengusaha migas, Riza Chalid.
Luhut mengajukan alasan yang sama saat ditanya apakah dirinya tersinggung atau marah karena namanya sering disebut dalam percakapan itu. Pada rekaman 'papa minta saham', nama Luhut disebut hingga 66 kali.
"Saya tidak pada bagian itu. Saya akan lihat nanti keputusan Yang Mulia (MKD). Jangan terburu-buru, kita jangan terburu-buru mengadili orang. Kalau nanti jelas, saya pasti akan bersikap. Jangan dorong-dorong orang, pasti nanti saya bersikap," kata Luhut saat menjawab pertanyaan anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), Akbar Faisal (Fraksi Partai Hanura).
Menurut Akbar, pertanyaannya memiliki arti penting karena jawaban Luhut bisa dijadikan dalih bagi Novanto untuk sebuah pembenaran.
"Kalau saudara tidak terganggu, bisa juga Novanto nanti mengatakan, 'orangnya saja tidak tersinggung'," ujar Akbar.
Namun Luhut menyatakan bahwa dirinya akan melakukan sejumlah langkah jika saatnya sudah tiba. "Tentu tidak semua yang saya lakukan, saya ekspos di sini. Tentu saya punya langkah-langkah itu," katanya. (Tribunnews/coz/fer)