TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dua anggota MKD dari Demokrat dan PDI P,erjuangan menyatakan Ketua DPR Setya Novanto terbukti melanggar kode etik kategori sedang terkait kasus 'Papa Minta Saham' PT Freeport Indonesia.
Keempatnya, yakni Darizal Basir (Demokrat), Guntur Sasono (Demokrat), Riska Mariska (PDIP) dan Junimart Girsang (PDIP), kompak meminta majelis MKD memutuskan sanksi berupa pemberhentian dari jabatan Ketua DPR.
Pernyataan keempatnya disampaikan dalam sidang putusan kasus etik Novanto di ruang sidang MKD Gedung DPR, Jakarta, Rabu (16/12/2015).
Menurut Darizal, Novanto terbukti melanggar sejumlah pasal dalam UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang PR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) dan Paraturan DPR.
Di antaranya Pasal 2 ayat 1 dan 2, Pasal 3 ayat 1, 2, 4 dan 5, serta dan Pasal 4 ayat 1 dan 2, serta Pasal 5 UU MD3.
"Berdasarkan pasal-pasal tersebut, Saudara Setya Novanto dan berdasarkan analisa tersebut, saya dengan mengucapkan Bismillah, menyatakan Saudara Setya Novanto telah melanggar kode etik selaku Ketua DPR, yang juga pernah dikenakan sanksi pada pelanggaran sebelumnya, maka yang bersangkutan dikenakan sanksi sedang berupa pemberhentian dari Ketua DPR," kata Darizal.
Hal senada disampaikan oleh Guntur Sasono.
"Telah terjadi pelanggaran kode etik yang dikukan Saudara Setya Novanto sebagai pimpinan lembaga DPR. Terkait pelanggaran ini, Saudara Setya Nvanto dapat dikenakan pelanggaran sedang karena yang bersangkutan sudah pernah mendapatkan sanksi pelanggaran ringan," ujarnya.
Anggota MKD dari PDIP, Riska Mariska menyatakan berdasarkan fakta persidangan dan alat bukt yang ada, bahwa Seyta Novanto terbukti menggunakan pengaruh jabatannya untuk membahas kontrak karya PT Freeport dan mengajak pengusaha M Riza Chalid dalam pertemuan tersebut.
"Itu merupakan perbuatan tidak patut dan merusak citra DPR," kata Riska.
"Saya berpendapat agar perbuatan Teradu dijatuhi sanksi sedang, sesuai dengan pasal tata berancara MKD," sambungnya.
Hal senada disampaikan oleh Junimart Girsang.