TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pemberian posisi Novanto oleh Partai Golkar sebagai Ketua FPG DPR RI menunjukan bahwa Novanto dan FPG sama sekali tidak mengakui adanya pelanggaran etik karena itu FPG secara tidak bermoral memberikan jabatan kepada Novanto.
Ketua Setara Institute, Hendardi mengatakan, fraksi tidak bisa dipandang sebagai urusan internal Golkar, karena Fraksi dibiayai oleh negara dan merupakan organ tidak terpisah dari DPR, karena itu posisi baru Novanto tetap harus memenuhi standar etik layaknya pejabat publik.
Menurutnya, keberanian Golkar memberikan jabatan baru pada Novanto merupakan dampak dari MKD yang tidak tuntas menyelesaikan tugas hingga menghasilkan produk putusan mengikat tentang status Novanto.
"MKD telah secara keliru dan terlanjur puas dengan pengunduran diri Novanto, sehingga sidang MKD tidak menghasilkan putusan apapun," kata Hendardi dalam pesan singkatnya kepada Tribun, Jumat (18/12/2015).
"Cara Golkar memperlakukan Novanto menunjukkan partai ini tidak bermanfaat dan tidak berkontribusi pada pembangunan demokrasi dan budaya etik yg berkeadaban. Novanto dan Golkar bukanlah teladan dalam berpolitik," tambahnya.
Golkar tidak pernah jemu mendorong arus balik reformasi mengokohkan oligarki dan atau otoritarianisme gaya baru. Golkar juga tidak pernah jemu menghina dan mempermainkan rakyat dan karena itu harus ditinggalkan oleh rakyat.
Menurutnya, MKD mesti kembali membuka sidang atas Novanto. Jika tidak, maka MKD memang dagelan politik dan orkestra dari skandal ini.
"Jaksa Agung yg sudah terlanjur tangani kasus ini, jangan bermain politik. Segera tetapkan Novanto sebagai tersangka," jelasnya.
Janji Jaksa Agung untuk tangani kasus ini secara tuntas bukan janji politisi tetapi statemen penegak hukum yg dibangun atas fakta hukum dan ditunggu realisasinya.