TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bekas Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II Persero Richard Joost Lino resmi mengajukan gugatan praperadilan penetapannya sebagai tersangka di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Kuasa hukum RJ Lino, Maqdir Ismail, mengungkapkan ada dua hal utama yang melandasi gugatan tersebut dilayangkan.
Pertama, RJ Lino menegaskan tidak ada perbuatan melawan hukum dan perbuatan menyalahgunakan wewenang terkait pengadaan tiga unit quay container crane (QCC) di Pelindo II.
Maqdir membantah Lino menyalahgunakan wewenangnya terkait penunjukan perusahaan asal China Wuxi Huadong Heavy Machinery Co sebagai penyedia tiga unit QCC yang yang dilaksanakan pada 2010.
Menurut Maqdir, proses pengadaan QCC sebanyak 10 kali sudah dimulai tahun 2007.
Akan tetapi, kata dia, tak satupun yang berhasil mengadakan QCC tersebut.
"Tidak ada perbuatan melawan hukum di sana. Tidak ada juga perbuatan menyalahgunakan kewenangan pengadaan tiga QCC itu,": kata Maqdir saat dihubungi Tribun, Jakarta, Senin (28/12/2015).
Sebab kedua, kata Maqdir, KPK menetapkan RJ Lino sebagai tersangka padahal belum melakukan penghitungan kerugian negara.
Menurut Maqdir, itu tidak sesuai dengan kaidah hukum karena KPK menyangkakan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Nomor 31 tahun 1999.
"Kalau kita lihat ketentuan undang-undang itu, bagaimana orang bisa ditetapkan tersangka korupsi kalau tidak ada kerugian negaranya? Itu (alasan) yang pokok," ujar Maqdir.
Sebelumnya, RJ Lino ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus dugan korupsi pengadaan tiga unit Quay Container Crain (QCC) di Pelindo II.
RJ Lino diduga menyalahgunakan wewenang karena menunjuk langsung perusahaan asal China Wuxi Huadong Heavy Machinery Co sebagai penyedia tiga unit QCC yang yang dilaksanakan pada 2010.
RJ Lino disangkakan Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.