TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Senator DPD RI berpendapat penetapan Richard Joost Lino sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan Quay Container Crane harus jadi momentum membenahi PT Pelindo II.
Senator asal Nusa Tenggara Timur (NTT), Adrianus Garu di Jakarta, Selasa (29/12/2015), mengatakan, penetapan RJ Lino sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus menjadi momentum pembenahan, khususnya masalah dwelling time atau lamanya waktu bongkar muat peti kemas di pelabuhan.
“Pengunduran diri RJ Lino ini harus menjadi momentum atau paling tidak akan semakin memudahkan Menteri Koordinator (Menko) Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli membenahi dwelling time, termasuk pembangunan rel kereta api, kebijakan first come fisrt serve, dan kebijakan denda Rp 5 juta bagi container yang molor,” kata Adrianus Garu.
Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI), Zaldy Masita mengatakan, diberhentikan dan ditetapkannya RJ Lino sebagai tersangka seharusnya membuat program-program dari Kemenko Kemaritiman untuk menurunkan dwelling time bisa lebih cepat.
“Karena selama ini kita tahu bahwa RJ Lino sering membuat kegaduhan dan ribut dengan beberapa menteri seperti Menteri Perhubungan Ignasius Jonan dan Menko Rizal Ramli,” katanya.
Sementara itu, Menko Rizal Ramli ditantang oleh Presiden Joko Widodo untuk memperbaiki waktu tunggu bongkar muat atau dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok. Dan Rizal Ramli mengklaim berhasil memperpendek dwelling time menjadi 4,39 hari.
"Tadinya dwelling time itu antara 6-7 hari. Kami berhasil turunkan menjadi sekitar 4,39 hari, dan ke depan akan lebih cepat lagi, target kami Februari bisa 1,5 hari," kata Rizal di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (22/12/2015).
Zaldy Masita lebih jauh mengatakan, kekacauan dan kesemrawutan di PT Pelindo II ini adalah ulah RJ Lino.
“Gara-gara RJ Lino mencampuradukkan politik ke dalam logistik, dimulai dari kasus RJ Lino menelepon beberapa menteri dan pencopotan Komjen Buwas dari posisi Kabareskrim Mabes Polri sampai pembentukan Pansus Pelindo II DPR RI, urusan politik sudah jauh memasuki ranah logistik dan politikus sudah mulai ikut campur,” katanya.
Akibatnya, pembangunan logistik untuk menurunkan biaya logistik makin jauh dari harapan, karena politikus sudah mulai ikut campur dengan berbagai macam kepentingan.
“Bila RJ Lino taat hukum dari awal, maka kegaduhan sekarang tidak akan terjadi. Kegaduhan ditambah dengan komentar-komentar dari pengamat mengenai kinerja PT Pelindo II tanpa tahu kondisi di lapangan yang sebenarnya,” katanya.
Dikatakan, para pengamat harus tahu bahwa tidak ada penurunan biaya pelabuhan selama Lino menjadi Dirut Pelindo II. Karena itu, para pengamat jangan membuat penilaian yang subjektif yang membohongi publik.
Dengan diberhentikannya RJ Lino, Zaldy berharap bisa menghentikan kegaduhan politik di ranah logistik.
“Sudah cukup jauh intervensi politik ke ranah logistik dan harus dihentikan agar tidak menjadi contoh bagi para pelaku logistik supaya tidak menarik kekuatan politik ke dalam urusan logistik,” katanya.