Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- TAHUN 2015 sarat gaduh. Demikian refleksi akhir tahun anggota komisi III DPR RI, Bambang Soesatyo kepada Tribun, Rabu (30/12/2015).
Tahun 2015, kata Presidium Nasional KAHMI dan Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia, dibuka dengan episode Polri versus KPK Jilid II, dan ditutup dengan mundurnya Ketua DPR akibat skandal ‘Papa Minta Saham’.
" Semua kegaduhan itu menjadi bagian tak terpisah dari proses konsolidasi pemerintahan baru pimpinan Presiden Joko Widodo-Wakil Presiden Jusuf Kalla," jelas Politikus Golkar ini.
Selain faktor kegaduhan akibat ulah sejumlah figur atau tokoh, tahun ini pun sarat masalah atau tantangan. Ketidakpastian global menyebabkan pertumbuhan ekonomi nasional mengalami perlambatan.
Posisi rupiah pun mengalami tekanan di hadapan sejumlah valuta utama dunia. Terhitung sejak awal 2015 hingga pekan kedua September, depresiasi rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sudah mencapai 15,87 persen.
Selain itu, ada dua faktor lokal yang ikut menekan ekonomi dalam negeri. Pertama, masih rendahnya harga komoditas unggulan Indonesia di pasar internasional. Kedua, kegagalan pemerintah memaksimalkan faktor Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai motor pertumbuhan, yang ditandai dengan lambannya penyerapan anggaran sepanjang 2015.
Bahkan, hampir semua pemerintah daerah juga gagal memaksimalkan anggaran. Hingga akhir 2015, sekitar Rp 270 triliun anggaran pembangunan daerah hanya bisa diendapkan di sejumlah bank karena banyak pejabat daerah takut mengeksekusi proyek-proyek pembangunan yang anggarannya telah disetujui.
Peristiwa lain yang harus masuk dalam catatan penting tahun ini adalah kebakaran hutan dan lahan gambut. Kerugian negara akibat musibah ini ditaksir Rp200 triliun lebih.
Menurut Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), luas area kebakaran hutan dan lahan sepanjang tahun 2015 mencapai 2.089.911 hektar.
Rangkaian masalah itu memunculkan sejumlah ekses yang tentu saja menghadirkan ketidaknyamanan bagi sebagian besar rakyat Indonesia.
Masyarakat harus menghadapi beberapa kali gejolak harga kebutuhan pokok, karena ketersediaan beras hingga daging ayam dan daging sapi bermasalah.
Depresiasi rupiah yang berkelanjutan pun membuat masyarakat pesimis karena dihantui krisis ekonomi.
Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi pada sejumlah sub sektor usaha manufaktur akibat melemahnya konsumsi atau permintaan dalam negeri.
Itulah beberapa catatan penting yang patut digarisbawahi pemerintah sebelum menapaki awal tahun 2016.
" Sangat penting bagi Presiden Joko Widodo untuk meyakinkan rakyat bahwa konsolidasi pemerintahannya sudah selesai, agar 2016 dan tahun-tahun selanjutnya bisa berkonsentrasi penuh mengelola semua aspek dari agenda pembangunan nasional," tandasnya.