Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Peredaran narkoba pada tahun 2016 diprediksi meningkat.
Sebab, ada celah hukum dimana para pengguna narkoba dalam suatu dosis tertentu akan diberikan kesempatan menjalani rehabilitasi.
Untuk mencegah hal itu, maka pemerintah perlu membuat aturan yang memberikan efek jera.
“Adanya peluang dalam peraturan bagi pengguna narkoba jika melapor ke penegak hukum dapat direhabilitasi maka bisa menjadi pengguna narkoba akan meningkat,” tutur Bambang Widodo Umar, Kriminolog Universitas Indonesia, saat dihubungi, Sabtu (2/1/2016).
Aturan mengenai rehabilitasi tercantum di Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
Ada dua bentuk rehabilitasi, yaitu medis dan sosial.
Rehabilitasi medis dapat dilakukan di rumah sakit yang ditunjuk Menteri sedangkan rehabilitasi sosial adalah rehabilitasi yang diadakan instansi pemerintah ataupun masyarakat.
Apabila pecandu narkoba terjerat hukum, hakim berhak memutuskan atau mengharuskan menjalani rehabilitasi baik itu terbukti bersalah atau tidak dalam tindak pidana narkotika.
Untuk narkoba yang tertangkap tangan pada saat penangkapan diharuskan minimal 0,5 gram (metadon), 1 gram (Sabu-sabu, fentanil, petidin dan lainnya), 1,8 gram (Heroin, kokain, morfin, dan lainnya), 2,4 gram (ectasy, LSD, dan sebagainya), 3 gram (psylosybin, Phencyclidine, dan lainnya), 5 gram (ganja, daun koka, meskalin, dan lainnya).
Celah hukum ini membuat bandar narkoba menjadikan Indonesia sebagai wilayah sasaran peredaran barang haram itu.
Untuk di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya, sepanjang tahun 2015, Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya mengungkap sebanyak 5.291 kasus, mengalami kenaikan 3,4 persen apabila dibandingkan tahun 2014 sebesar 5114 kasus.
Sebanyak 6.566 orang ditahan atau mengalami kenaikan 3,6 persen apabila dibandingkan tahun 2014 sebanyak 6335 orang.
Mereka berasal dari berbagai kalangan mulai dari aparat TNI/Polri, PNS, pedagang, karyawan, dan pelajar.