TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bareskrim Polri mengakui adanya kekurangan dana dalam mengusut kasus korupsi. Untuk itu, pihak Bareskrim melakukan koordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri, Brigjen Ahmad Wiyagus mengatakan anggaran untuk satu kasus perkara korupsi hanya Rp 208 juta. Sedangkan, target jumlah kasus yang harus diselesaikan Bareskrim yakni, 23 kasus per tahun.
Tahun lalu, Bareskrim menuntaskan 45 kasus korupsi, dimana ini merupakan prestasi karena dari dana yang minim kasus yang dituntaskan melebihi target. Namun dari mana anggaran tambahan untuk menuntaskannya?
Diungkapkan Wiyagus, demi bisa menutupi kekurangan dana, ia kerap berkoordinasi dengan KPK, melalui fungsi supervisi.
"Kan ada fungsi supervisi, jadi kami bisa gunakan tenaga yang dibiayai oleh KPK," tegas Wiyagus saat dihubungi, Minggu (3/1/2016).
Sehingga dengan tersedianya anggaran dan kerjasama dengan KPK, Wiyagus berharap tahun depan Polri bisa menangani utang yang mencapai 969 kasus, dengan melakukan subsidi silang anggaran yang tersisa.
"Tindak pidana pada umumnya tidak memiliki target waktu. Tergantung barang bukti yang ada dan anggaran yang tersedia. Satu kasus kan ada yang butuh dana sekitar Rp 25 juta bahkan lebih. Dan sisanya bisa untuk kasus yang tingkat kesulitannya sangat tinggi," ungkap jenderal bintang satu tersebut.
Untuk diketahui, sepanjang 2015 Polri melalui jajarannya di Bareskrim, Polda dan Polres, telah menyelesaikan 845 kasus korupsi dari 1.814 kasus. Tercatat uang negara yang terselamatkan mencapai Rp 749 miliar.
Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti mengatakan untuk bisa mengusut 845 kasus itu, dana yang sudah dikeluarkan mencapai Rp 184 miliar.
Sehingga, satu kasus membutuhkan dana sebesar Rp217 juta. Sementara anggaran penanganan tindak pidana secara umum untuk tahun ini hanya Rp1,31 triliun dan sebagian disisihkan untuk kasus korupsi.
"Padahal anggaran yang tersedia hanya untuk 898 kasus. Tapi, kami tangani sampai 1.814 kasus," kata Badrodin.