Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah mempunyai tanggungjawab kepada masyarakat Indonesia untuk menjelaskan mengapa Din Minimi perlu diberi amnesti.
Anggota Komisi 1 DPR RI Charles Honoris tidak mungkin kalau sebuah kejahataan yang belum diadili langsung diberikan pengampunan.
"Ini jelas tidak fair," tegas Honoris kepada Tribun, Jumat (8/1/2016).
politisi PDI Perjuangan ini mengatakan perjanjian antara Pemerintah Indonesia dan pihak GAM (Perjanjian Helinski, 2005) sudah disepakati bersama.
Artinya, jika masih ada aktivitas yang mengarah pada kelompok bersenjata di Aceh, maka ini bisa dikatakan sebagai bentuk pengkhianatan perjanjian tersebut.
"Pemerintah tidak boleh mendiamkan aksi-aksi semacam ini," ujarnya.
Karena itu masalah amnesti Din Minimi, menurut Honoris, harus ditelaah kembali.
Pemerintah perlu memperhatikan aspek tindak pidana kejahatan yang dituduhkan kepada kelompok Din Minimi.
"Lagipula masih banyak eks kombatan GAM yang belum diberikan amnesty hingga saat ini. Kelompok Din, jadi seperti diistimewakan," ucapnya.
Sangat tidak adil bagi keluarga korban yang sudah meninggal akibat tindakan oknum anggota kelompok ini bila tidak dilakukan proses hukum.
Pemerintah tidak boleh takut dengan ancaman Din Minimi akan kembali memberontak bila tidak diberi amnesty.
"Jika dibiarkan terus menerus, justru akan berpotensi memunculkan kelompok-kelompok lain seperti Din Minimi di tempat lain," jelasnya.
Secara politik bisa saja memberikan pengampunan kepada kelompok tersebut karena sudah mau kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi.
Tetapi, tegas dia, proses hukum terhadap oknum anggota Minimi yang melakukan tindak pidana seperti perampokan bank, pembunuhan, dan lainnya harus jalan terus berjalan.