TRIBUNNEWS.COM - Kuasa hukum Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto, Maqdir Ismail, menyoroti mengenai penetapan kliennya sebagai tersangka kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan yang melibatkan Harun Masiku.
Maqdir menduga bahwa penetapan tersangka merupakan pesanan pihak tertentu untuk kepentingan politiknya.
Hal tersebut disampaikan Maqdir setelah ia memperhatikan rentetan waktu sebelum Hasto menjadi tersangka.
Pada 16 Desember 2024 lalu, PDIP mengumumkan pemberhentian atau pemecatan Presiden RI Ketujuh Joko Widodo (Jokowi), Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, dan menantu Jokowi yakni Bobby Nasution, sebagai kader partai berlambang banteng itu.
"Kemudian catatan saya yang lain pada tanggal 18 Desember ada laporan pengembangan perkara. Kemudian, tanggal 20 Desember, pimpinan KPK (periode 2024-2029) dilantik," ucap Maqdir, kepada wartawan, Jumat.
"Pada hari yang sama, tanggal 20 Desember itu juga menurut catatan dan informasi yang kami terima dilakukan gelar perkara," lanjutnya.
Selanjutnya, pada tanggal 23 Desember 2024, Hasto ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Lalu, pengumuman penetapan tersebut disampaikan pada keesokan harinya.
"Apa yang mau saya sampaikan adalah urutan waktu ini tadi, ini mengesankan, bahwa penetapan tersangka (Hasto) ini adalah pesanan," jelasnya.
Maka dengan demikian, Maqdir menduga ada skenario politik yang sudah disusun untuk menjadikan Hasto sebagai tersangka.
Dia menduga, hal itu dimulai sejak pemilihan panitia seleksi (pansel) pimpinan KPK.
Baca juga: Didakwa Suap dan Perintangan Penyidikan, Hasto Kristiyanto Ajukan Eksepsi
"Mulai dari pemilihan pansel untuk pimpinan KPK ini ketika itu sudah ada pengumuman KPU tentang presiden terpilih," jelasnya.
Maqdir menyatakan bahwa dirinya siap mempertanggungjawabkan semua perkataannya ini.
"Saya bisa mempertanggungjawabkan apa yang saya sampaikan ini," tegasnya.