Dalam peraturan itu dinyatakan, pimpinan yang mengundurkan diri digantikan oleh anggota lain dari fraksi yang sama. Dengan demikian, yang berhak mengajukan pengganti Novanto adalah F-PG.
Namun, Wakil Ketua Fraksi PDI-P di DPR Arif Wibowo berpendapat, proses pergantian ketua DPR akan sulit dilakukan karena tidak ada kekuatan hukum yang kini mendasari Partai Golkar.
Untuk itu, lanjut Arif, posisi ketua DPR sebaiknya dipegang dulu oleh Pelaksana Tugas Ketua DPR, yaitu Fadli Zon.
PDI-P selanjutnya mendorong adanya revisi UU MD3 dengan tujuan mengembalikan kursi pimpinan DPR berdasarkan asas proporsionalitas perolehan kursi di DPR.
Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Dimyati Natakusumah mendukung rencana revisi UU MD3 dan pengocokan ulang kursi pimpinan DPR.
Menurut dia, agar situasi kondusif, pembagian jatah kursi kepemimpinan di DPR harus dilakukan secara proporsional.
Menurut Dimyati, kondisi peta perpolitikan di DPR yang kini praktis tanpa batas jelas antara koalisi partai politik pendukung pemerintah dan oposisi akan membantu mempermudah proses revisi UU MD3.
Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional Yandri Susanto khawatir, usulan perombakan UU MD3 itu akan menimbulkan kegaduhan yang akhirnya mengganggu kinerja DPR.
Selain itu, tambah anggota Badan Legislasi DPR, Martin Hutabarat, revisi UU MD3 membutuhkan waktu yang panjang. Sebelum dibahas, revisi UU MD3 harus diusulkan masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015-2019.
Jika ingin dibahas di tahun 2016, revisi UU MD3 harus diusulkan pula menjadi RUU prioritas Prolegnas 2016.
Sampai saat ini, lanjut Martin, belum ada komisi, fraksi, ataupun anggota yang secara resmi mengusulkan revisi UU MD3. (NTA/AGE/INA/OSA)
Sumber : Kompas Cetak