TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat hukum menilai masyarakat menginginkan lembaga Kejaksaan Agung (Kejagung) dipimpin oleh orang yang kredibel dan profesional.
Ahli hukum dan pengajar Universitas Indonesia (UI) Akhiar Salmi mengatakan pandangan dan aspirasi masyarakat yang menghendaki adanya pergantian Jaksa Agung HM Prasetyo perlu mendapat perhatian Presiden Joko Widodo (Jokowi), sebab perombakan kabinet (reshuffle) merupakan hak prerogatif presiden.
"Aspirasi masyarakat itu bisa menjadi alat ukur, selain penilaian yang dilakukan oleh tim presiden terhadap seluruh kinerja menteri. Jadi, meski subjektif, namun jika mayoritas masyarakat berpendapat perlunya Jaksa Agung diganti, itu mencerminkan pandangan umum," kata Akhiar ketika dimintai tanggapannya di Jakarta, Jumat (8/1/2016).
Akhiar mengungkapkan, secara pribadi, dirinya menginginkan agar Kejagung dan Kemenkumham diisi oleh orang orang profesional yang terbebas dari kepentingan politik parpol.
"Atau figur yang secara rekam jejak sudah menunjukkan kepemimpinannya hanya untuk kepentingan bangsa," ujarnya.
Diakui Akhiar, posisi Jaksa Agung HM Prasetyo yang berasal dari Partai Nasdem selalu dikaitkan dengan pandangan publik bahwa yang bersangkutan tidak bebas dari kepentingan politik dan akan mempengaruhi tindakan dan keputusannya.
Sebagai catatan, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi baru-baru ini merilis hasil penilaian akuntabilitas dan kinerja lembaga negara.
Dari 77 lembaga negara/pemerintah, Kejaksaan Agung memiliki kinerja dan akuntabilitas yang terburuk (peringkat 77).
Selain itu, sosok Prasetyo juga diduga terkait dengan skandal dana bansos di Sumatera Utara (Sumut) yang perkaranya ditangani oleh KPK.
Sementara itu, terkait figur pengganti Prasetyo, di kalangan awak media beredar sejumlah nama yang dianggap layak.
Mereka adalah Hamdan Zoelva (mantan Ketua Mahkamah Konstitusi), Machfud MD (mantan Ketua Mahkamah Konstitusi), politisi PKS Al-Muzammil Yusuf, dan Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Kejagung Widyopramono.
Pengamat hukum Margarito Kamis juga menegaskan bahwa kinerja jaksa agung selain buruk juga punya rapor merah.
"Yang menilai merah atau rendah pemerintah sendiri dalam hal ini hasil evaluasi Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi. Jadi kalau Jaksa Agung tak diganti malah menimbulkan pertanyaan," katanya.
Margarito menyatakan reshuffle adalah hak prerogatif Presiden, tapi hak itu harus dijalankan Presiden demi kepentingan rakyat dan rakyat serta pemerintah sudah menilai jaksa agung berkinerja buruk.
"Jadi, buat apa lagi dipertahankan, malah bisa menjadi hambatan bagi pemerintah ke depan," katanya.