TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengacara mantan Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino, Maqdir Ismail menceritakan aktivitas sehari-hari kliennya setelah tidak lagi menjabat sebagai bos BUMN pelabuhan.
Menurut Maqdir, waktu Lino kini sebagian besar dihabiskan dengan bermain bersama cucu-cucunya pada kediamannya di Pejaten, Jakarta Selatan.
Selain bermain dengan para cucunya, Lino juga mengulas kembali semua hasil pekerjaan di pelabuhan.
"Pak Lino bekerja di pelabuhan tidak hanya pada PT Pelindo II, sebelumnya juga pernah di luar negeri," kata Maqdir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (11/1/2016).
Diketahui sebelum mulai bekerja menjadi Dirut PT Pelindo II pada 2009, Lino pernah memimpin Pelabuhan Guigang, Guangxi, Tiongkok.
Lino, sebut Maqdir, juga lebih memfokuskan diri pada usaha-usaha yang dia miliki, namun pengacara itu tidak menyebut usaha apa saja yang dimiliki kliennya.
Setelah menjadi tersangka pada dugaan korupsi pengadaan quay container crane pada 2009, Dewan Komisaris PT Pelindo II memberhentikan Lino sebagai direktur utama.
Terkait status hukumnya, RJ Lino mengajukan permohonan praperadilan atas status tersangkanya pada Senin (28/12/2015), melalui pengacaranya Maqdir Ismail.
Permohonan tersebut dilayangkan setelah mantan Bos PT Pelindo II, ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat (18/11/2015) silam.
KPK menilai ada tindak pidana korupsi dalam pengadaan tiga unit quay container crane di PT Pelindo II pada 2010.
Lino yang memimpin PT Pelindo II saat itu, diduga melakukan penyalahgunaan wewenang karena menujuk langsung perusahaan asal Tiongkok, Huadong Heavy Machinery Co, tanpa mekanisme lelang.