TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang dua perkara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat, Senin (11/1/2016).
Pemohon pertama pada perkara Nomor 67/PHP.BUP-XIV/2016 diajukan oleh pasangan calon nomor urut 1 Agustinus Manibuy-Rahman Urbun. Adapun perkara nomor 101/PHP.BUP-XIV/2016 diajukan oleh pasangan calon nomor urut 2 Petrus Kasihiw-Matret Kokop.
Isu pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif kembali didalilkan kedua pemohon pada sidang pendahuluan yang dipimpin Hakim Konstitusi Patrialis Akbar di ruang sidang Panel 3.
Dalam permohon yang diajukan Petrus-Kokop, diwakili Taufik Basari selaku kuasa hukum, pemohon mengajukan keberatan terhadap perolehan suara di satu distrik, yakni distrik Moskona Utara. Pasalnya, menurut pemohon, terjadi perubahan perolehan suara yang dilakukan pasangan calon nomor urut 3 Danil Asmoron dan Yohanes Manibuy bekerja sama dengan panitia pemilihan distrik (PPD).
"Pada hari pencoblosan semuanya berjalan lancar. Tetapi datang calon wakil bupati dari nomor urut 3 Yohanes Manibuy ke Distrik Moskona Utara bersama dengan tim suksesnya. Mereka memaksa saudara Estefanus Orocomna, untuk mengalihkan perolehan suara pasangan nomor urut 2 dengan imbalan sejumlah uang sebesar Rp 100 juta. Dan pernyataan tersebut sudah saya masukkan ke dalam bukti kami," papar Taufik.
Satu distrik tersebut, dinilai pemohon penting untuk dilihat perolehan suara yang sebenarnya. Pasalnya selisih antara pemohon dengan paslon nomor urut 3 yang dinyatakan peraih suara terbanyak oleh KPU hanya 7 suara atau 0,04 persen.
"Paslon nomor urut 1 memperoleh 7.611 suara, paslon nomor urut 2, yakni pemohon memperoleh 17.060 suara, dan paslon nomor urut 3 memperoleh 17.067 suara," ujarnya.
Seharusnya, menurut pemohon, hasil perolehan suara yang benar di Distrik Moskona Utara adalah nomor urut 1 memperoleh 12 suara, nomor urut 2 memperoleh 334 suara, dan nomor urut 3 memperoleh 859 suara. Dengan kata lain, pemohon yang mestinya menjadi peraih suara terbanyak dalam Pilkada Teluk Bintuni.
Selain itu, pemohon mendalilkan, Formulir C-1 KWK Plano yang awalnya benar tertulis sesuai dengan hasil perhitungan suara di TPS, tiba-tiba diubah dengan cara mencoret hasil penghitungan yang benar, kemudian mengganti dan menuliskan perubahan suara yang tidak benar.
"Ketika itu dibuka, lalu mulailah teruak bahwa C-1 KWK Plano itu dicoret-coret, Yang Mulia, kami hadirkan buktinya. C-1 KWK Plano dicoret-coret sedemikian rupa. Semua bukti-bukti ini ada, karena ketika dipampangkan banyak pihak juga yang memotret," imbuhnya.
Menanggapi dalil tersebut, Hakim Konstitusi Patrialis Akbar mempertanyakan apakah keberatan tersebut sudah dilaporkan ke panwas .
"Apakah sudah ada rekomendasi dari panwas dan sudah dilaporkan kepihak yang berwenang?" tanya patrialis.
Menjawab pertanyaan Patrialis, Taufik menyatakan kecurangan itu sudah dilaporkan ke Panwas Teluk Bintuni, namun belum ada tindaklanjut. Selain itu, karena waktu untuk mendaftarkan ke MK terbatas, maka pemohon menyampaikan persoalan itu agar MK dapat memeriksa lebih mendalam lagi.