News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Opini

Wacana Menghidupkan GBHN

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi

 Oleh: Saldi Isra

TRIBUNNEWS.COM - Rapat Kerja Nasional PDI-P 2016 memunculkan gagasan untuk mendorong pemberlakuan kembali Garis Besar Haluan Negara atau program Pembangunan Nasional Semesta Berencana.

Merujuk lintasan sejarah Indonesia, pola pembangunan berjangka ini pernah dilaksanakan pada masa pemerintahan Presiden Soeharto dan Presiden Soekarno.

Dalam perhelatan nasional Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Megawati Soekarnoputri menilai buruk sistem pembangunan negara yang semakin tak padu dan cenderung berjangka pendek.

Penyebabnya, begitu terjadi pergantian pemimpin, terjadi pula pergantian visi-misi dan program pembangunan.

Karena itu, ujar Ketua Umum PDI-P, di masa depan, program pembangunan harus bersumber dari GBHN yang ditetapkan MPR.

Sejalan dengan pandangan tersebut, Presiden Joko Widodo juga menghendaki haluan yang jelas tentang pembangunan Indonesia.

Sebagaimana ditulis harian ini (Kompas Cetak), Presiden Jokowi mengatakan, Indonesia harus memiliki haluan yang jelas tentang ke mana arah Indonesia.

Pembangunan Nasional Semesta Berencana menjadi pekerjaan rumah yang harus dirumuskan sejak sekarang untuk memperjelas pembangunan ke depan (Kompas, 11/1/2016).

Sebetulnya, jika diikuti dengan saksama perkembangan wacana terkait dengan soal ini, pikiran menghidupkan kembali GBHN telah muncul jauh sebelum perhelatan PDI-P.

Misalnya, di banyak kesempatan MPR melakukan sosialisasi hasil perubahan UUD 1945, muncul pertanyaan sekitar tak adanya GBHN.

Tidak hanya pertanyaan, muncul pula pandangan yang menghendaki GBHN dihidupkan kembali.

Pertanyaan elementer yang mengikuti pandangan dan gagasan yang diusung Rakernas PDI-P 2016: bagaimana menjelaskan wacana menghidupkan kembali GBHN di tengah pilihan politik mempertahankan dan memurnikan sistem pemerintahan presidensial?

Pertanyaan "sederhana" ini penting dikemukakan karena pilihan politik ini telah mengubah posisi dan peran MPR dalam sistem ketatanegaraan setelah perubahan UUD 1945.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini