TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ada cara paling mudah untuk memastikan apakah seseorang telah bergabung Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar).
Caranya yakni, salam pembuka setiap bertemu orang lain yang diucapkan pengikut Gafatar adalah Damai Nusantara Sejahtera.
Bukan Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, seperti yang lazim diucapkan sesama muslim ketika bertemu atau bertegur sapa.
Itulah hal yang paling diingat mantan Wakil Ketua KPK Bibit Samad Riyanto yang menjabat Ketua Dewan Pembina Gafatar sejak 2012-2015.
"Salamnya, Damai Sejahtera Nusantara, bukan Assalamualaikum di setiap pidato dan bertemu sesama anggota," ujar Bibit saat ditemui Tribunnews di kantornya, kawasan Jl Jend Sudirman, Jakarta, Rabu (13/1/2016).
Bibit pertama kali tahu salam Damai Nusantara Sejahtera itu ketika bertemu Ketua Umum Gafatar, Maftul Muis Manurung pada Januari 2012. Kepada Bibit, Maftul saat itu mengucapkan salam Damai Nusantara Sejahtera.
Setelah itu, Bibit memerhatikan bahwa seluruh anggota maupun pimpinan Gafatar mengucapkan salam Damai Nusantara Sejahtera saat mereka bertemu.
Bibit juga mengingat betul, ketika Maftul Muis yang menurutnya jago menyampaikan ayat-ayat Alquran serta hadits dan terjemahannya, selalu membuka pidato dengan mengucapkan salam khas Gafatar tersebut.
Bibit bergabung dengan organisasi Gafatar sejak Januari 2012. Ia dilantik menjadi Ketua Dewan Pembina Gafatar pada tahun 2013 ketika digelar acara Rakernas Gafatar di Denpasar, Bali.
Selama kurun waktu tersebut, Bibit setidaknya sudah menjadi pembicara seminar atau sarasehan yang digelar Gafatar sebanyak 10 kali.
Seperti biasa, setiap memulai mengisi materi seminar, Bibit selalu membuka dengan mengucapkan Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Namun para peserta seminar atau sarasehan yang seluruhnya dari anggota maupun pengurus Gafatar tidak semuanya membalas salam.
"Kalau aku isi seminar, aku tetap bilang, Assalamualaikum. Sebagian peserta ada yang jawab salam, sebagian tidak," ujar Bibit.
Bibit juga mengatakan bahwa Gafatar memiliki yel-yel yang diucapkan penuh semangat saat menggelar acara. Sayangnya Bibit tidak ingat apa isi yel-yel Gafatar tersebut.
Selain itu, anggota Gafatar juga diberikan baju seragam berwarna hitam-oranye. Bibit pun juga mendapat seragam tersebut.
"Saya simpan sebagai kenang-kenangan," ujar Bibit.
Tak hanya itu, Gafatar juga menerbitkan buletin dan tabloid untuk kalangan internal. Bibit termasuk salah satu orang yang rutin mendapat kiriman buletin dan tabloid Gafatar.
"Juga masih saya simpan di rumah," ujar Bibit.
Mengenai anggotanya, Bibit tidak tahu persis. Sepengetahuan Bibit, anggota Gafatar rata-rata masih orang-orang muda. Ada beberapa orangtua, namun jumlahnya tidak banyak.
Bibit juga pernah menanyakan perihal dana Gafatar.
Menurut penuturan Maftul Muis dan pengurus lainnya, dana diperoleh dari iuran para anggota.
Namun selama menjadi Dewan Pembina Gafatar, Bibit tak pernah diminta membayar iuran.
Ia justru diberi uang saku dan akomodasi saat memberikan ceramah pada acara seminar atau sarasehan Gafatar.
Saat ditanya apakah ada kejanggalan dari para anggota Gafatar, selama tiga tahun tersebut Bibit tidak melihatnya. Ia juga tak pernah mendapati ada cuci otak terhadap anggotanya.
Menurut Bibit, dirinya memang tidak terlalu aktif.
Selama menjadi Ketua Dewan Pembina, ia hanya mengisi acara seminar atau sarasehan. Sehingga aktifitas lainnya ia tidak tahu.
Barulah setelah bertemu pimpinan tertinggi Gafatar yakni Ahmad Mushadeq yang menyebut dirinya Messias atau Juru Selamat, Bibit yakin bahwa organisasi itu tidak sesuai keyakinannya.
Tepat 3 Januari 2015, Bibit menyerahkan surat pengunduran diri kepada Mushadeq. (tribunnews/coz)