TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan ruang kerja Anggota Komisi V dari PDIP Damayanti Wisnu Putranti.
Penyidik mendatangi Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Jakarta, sekitar pukul 10.49 WIB, Jumat (15/1/2016).
Salah seorang staff yang enggan disebut namanya menuturkan penyidik sedang berada di Lantai 6 Gedung Nusantara I. Ruang kerja Damayanti bernomor 0621.
"Iya (ada penggeledahan) di lantai 6," kata staff tersebut.
Selain menggeledah ruangan Damayanti, lembaga anti rasuah itu juga akan melakukan penggeledahan di ruang 1331.
Ruang tersebut ditempati Anggota Komisi V DPR dari Fraksi Golkar Budi Supriyanto.
"Iya melakukan penggeledahan, tapi sekarang masih di lantai 6," imbuhnya.
Hingga berita ini diturunkan, penyidik masih melakukan penggeledahan di ruang kerja Damayanti.
Awak media tidak dapat mendekati ruang kerja Damayanti. Sedangkan di ruang Budi terdapat tiga anggota polisi bersenjata laras panjang menjaga ruangan Politikus Golkar itu.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan anggota DPR RI dari fraksi PDI Perjuangan Damayanti Wisnu Putranti sebagai tersangka suap proyek persetujuan anggaran di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Penetapan Damayanti sebagai tersangka usai dirinya menjani pemeriksaan intensif di KPK usai ditangkap tangan oleh Tim Satuan Tugas tadi malam. Bersama Damayanti, KPK juga menetapan dua orang lainnya dari unsur swasta yakni Julia Prasetyarini (JUL) dan Dessy A Edwin (DES) sebagai penerima.
"Kami putuskan DWP, UWI (nama panggilan JUL) dan DES diduga sebagai penerima kepada ketiganya disangkakan Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHAP," kata Ketua KPK Agus Rahardjo saat memberikan keterangan pers di kantornya, Jakarta, Kamis (13/1/2016).
Selain ketiga orang tersebut, KPK juga menetapkan satu orang lainnya yakni, Direktur Utama PT Windu Tunggal Utama (WTU) Abdul Khoir (AKH) sebagai pemberi suap. Kepada AKH, KPK menyangkakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.
"Terhadap AKH diduga sebagai pemberi," kata Agus.