TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kamis pagi, 14 Januari 2016, Jakarta tiba-tiba dikejutkan ledakan di kawasan MH Thamrin. Teroris melakukan pemboman kedai kopi asal Amerika.
Bukan cuma itu, baku tembak antara polisi dan teroris sempat terjadi di kawasan yang hanya berjarak 2,5 KM dari Istana Negara.
Ada 8 korban meninggal dunia, 4 di antaranya adalah teroris. Tak lama setelah kejadian, polisi mengumumkan pelaku aksi teror adalah kelompok yang terkait dengan gerakan Negara Islam Irak dan Suriah atau ISIS.
Diduga, dalang serangan teror tersebut adalah Bahrun Naim, yang kini berada di Suriah.
Bahrun Naim yang berasal dari Solo, Jawa Tengah ini pernah di penjara dalam kasus kepemilikan amunisi secara ilegal.
Pelaku lain yang teridentifikasi adalah Afif, yang fotonya tersebar luas sedang memegang senjata di tengah pertempuran di Thamrin. Afif juga mantan narapidana kasus terorisme.
Pertanyaanya, mengapa mantan napi kasus terorisme ini kembali menjadi pelaku aksi teror? Sejauh mana penjara mampu mengubah ideologi radikal para mantan narapidana terorisme ?
Kasus bom di Thamrin membuktikan, penjara tak mampu mengubah ideologi para mantan teroris.
Pemerintah dinilai belum memiliki program yang jelas untuk mengubah ideologi kekerasan yang dimiliki para teroris yang tertangkap.
Program deradikalisi yang dilakukan, belum mampu menyadarkan para teroris dari paham radikal yang menghalalkan kekerasan. (Budhi Kurniawan/Kompas TV)