News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ledakan Bom di Sarinah

Kapolri Enggan Beberkan Nama Tersangka Peledakan Bom di Sarinah

Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Gusti Sawabi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Korban meninggal dunia trgedi teror Bom di kawasan Sarinah Jakarta Pusat kembali bertambah menjadi delapan orang, Kamis (14/1/2016). Dari kedelapan orang tersebut, salah satunya yaitu Rais Karna (37) warga Kampung Plered RT 3/12 Desa Pabuaran, Kecamatan Bojonggede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Foto Rais Karna, semasa hidup dan karangan bunga dukacita dari Kapolda Metro Jaya,Irjen Pol. M Tito Karnanan terlihat disekitar rumah korban. TribunnewsBogor.com/Damanhuri

Tribunnews.com, Jakarta  - Kepolisian sudah menetapkan enam orang tersangka ledakan bom dan serangan teroris di kawasan Sarinah Jl Thamrin, Jakarta Pusat. Namun, Kepala Polri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti enggan membeberkan inisial enam tersangka.

"Sudah diekspose (gelar perkara). Sudah bisa enam orang itu ditetapkan sebagai tersangka," ujar Badrodin.

Menurut Badrodin, para pelaku terkait langsung dengan seorang pelaku teroris yang tewas di sekitar Sarinah. "Mereka itu jaringannya Dian," kata Badrodin.

Dian Juni Kurniadi ditemukan tewas tergeletak di depan Pos Polisi Thamrin. Ia mengalami luka bakar yang cukup parah. Badrodin memastikan, pihaknya terus mencari pelaku lainnya. Apalagi, penyelidikan terus berlanjut.

"Masih perlu pengembangan lebih lanjut, ya dengan (tersangka) yang lain," paparnya.

Detasemen Khusus alias Densus 88 mencokok 13 orang usai peristiwa teror di Thamrin. Belakangan, polisi pun menetapkan enam orang sebagai tersangka serangan teror tersebut. Sisanya ditengarai terkait kepemilikan senjata api ilegal.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen (Pol) Anton Charliyan menyebut, Kapolri telah memerintahkan personel bertanggungjawab menangani aksi teror di daerah masing-masing.

"Jangan hanya dibebankan ke Densus 88 tanggung jawab itu, tetapi mulai dari pospol sampai polda harus ikut serta," ujar Anton.

Kapolri juga menginstruksikan personelnya untuk menggunakan sistem quick response ketika mendatangi tempat kejadian perkara aksi terorisme, baik itu baru sebatas ancaman, penangkapan, maupun jika aksi teror sudah terjadi.

Kapolri pun memerintahkan kepala satuan wilayah di seluruh Indonesia untuk menugaskan personel Sabhara dalam mem-backup personel polisi lalu lintas dalam melakukan tugas sehari-hari.

"Sebab, polantas adalah polisi yang selalu ada di lapangan. Mereka bersentuhan langsung dengan masyarakat dan musuh. Sementara itu, kami tak bisa membekali mereka seluruhnya dengan senjata karena keterbatasan satu dan lain hal. Oleh sebab itu, pimpinan minta para Sabhara bantu tugas polantas," urainya seraya menyatakan, Kapolri berharap satuan wilayah gencar melakukan razia gabungan, khususnya pada wilayah dan jam rawan.

Tiap-tiap satuan wilayah sudah memiliki peta situasi, baik terkait wilayah-wilayah maupun waktu-waktu kerawanan.

Terakhir menyangkut gerakan ISIS dan Gafatar, Kapolri secara khusus juga menginstruksikan personelnya untuk memperketat pemantauan kelompok radikal di Indonesia.

Tidak hanya terhadap aktivis organisasi ini, yang tercatat pernah melakukan teror, pemantauan juga dilakukan terhadap mereka yang hanya merupakan pengikut atau simpatisan.

"Monitoring yang dimaksud ini ya dipantau secara tersendiri. Secara khusus ya. Ada yang undercover dan sebagainya yang tak bisa kami ungkap," ujar Anton.

Polri mencatat 1.085 kelompok radikal berada di Indonesia. Pemantauan diyakini lebih optimal karena data itu akan dicek-silangkan dengan Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Intelijen Strategis (Bais), dan lembaga pemerintah terkait sehingga akurat. (tribunnews/thf/kps)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini