TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengusulkan delik formil dimasukkan dalam revisi Undang-undang nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Menurut Prasetyo, saat ini pemerintah masih menindak delik materil-nya yang menyebabkan pemberantasan teror kerap tertinggal.
"Perbuatannya yang dilarang. Bukan akibatnya. Kalau menunggu akibatnya timbul dulu, kita ketinggalan," kata Muhammad Prasetyo di Kejaksaan Agung, Kebayoran Baru, Jumat (22/1/2016).
Perubahan terorisme menjadi delik formil, dinilai Jaksa Agung, membuat penegak hukum dapat menindak terduga teroris sebelum ada akibat dari aksinya.
"Orang yang berbuat saja sebelum akibatnya ditimbulkan sudah bisa diproses," kata Jaksa Agung.
Perbuatan yang maksud Jaksa Agung seperti pelatihan militer, rekrutmen anggota organisasi radikal, dan pengiriman orang ke luar negeri.
Sebagai informasi, saat ini pelatihan militer ilegal seperti yang terjadi di Bukit Jalin, Jantho, Aceh, tidak dapat dijerat dengan UU Terorisme tapi dengan Undang-undang Darurat Nomor 12 tahun 1951, terkait kepemilikan senjata.