News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Usai Beri Keterangan di Kejaksaan Agung, Novanto Irit Bicara

Penulis: Valdy Arief
Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Ketua DPR RI Setya Novanto

Laporan wartawan Tribunnews.com, Valdy Arief

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Usai menjalani proses permintaan keterangan di Kejaksaan Agung, mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto enggan berbicara banyak.

Dia hanya menyatakan bahwa proses yang berlangsung sekitar tiga jam 30 menit hingga 21.30 WIB, dilakukan secara profesional oleh penyelidik Kejaksaan.

"Saya jawab berdasarkan apa yg saya rasakan, apa yg saya tahu. Itu saja," kata Setya Novanto usai menjalani proses permintaan keterangan di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Kebayoran Baru, Jakarta, Rabu (10/2/2016).

Selain itu, melalui pengacaranya, Firman Wijaya, Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR tersebut, kembali menyangkal adanya permintaan saham atau pembahasan upaya perpanjangan PT Freeport Indonesia (PT FI) dalam pertemuan di Hotel Ritz Carlton pada Juni 2015.

" Sama seperti penjelasan sebelumnya. Dijelaskan tidak ada pencatutan nama presiden dan wakil presiden. Tidak ada persioalan saham," kata Firman Wijaya tidak lama setelah Novanto meninggalkan Kejaksaan Agung.

Menurut Firman, pertemuan antara kliennya dengan Presiden Direktur PT FI Maroef Sjamsoeddin dan pengusaha Muhammad  Riza Chalid merupakan hal yang wajar.

Permintaan keterangan dilakukan Kejaksaan Agung terkait kasus yang awam dikenal dengan Skandal Papa minta saham.

Skandal ini bermula, saat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said melaporkan mantan Ketua DPR RI Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) pada Senin (16/11/2015).

Pelaporan itu dilakukan karena Sudirman mengetahui Setya mencatut nama presiden dan wakil presiden saat bertemu mantan Direktur Utama PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsuddin bersama pengusaha Muhammad Riza Chalid dari sebuah rekaman pembicaraan.

Dalam pertemuan tersebut, terindikasi politisi Partai Golkar itu mencatut nama presiden guna meminta sejumlah saham PLTA Urumka, Papua yang tengah dibangun PT FI dan berjanji memuluskan negosiasi perpanjangan kontrak karya perusahaan tambang asal negeri Paman Sam itu.

Kejaksaan melihat ada dugaan permufakatan jahat dalam pembicaraan tersebut yang dapat dijerat dengan undang-undang tindak pidana korupsi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini