TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Forum Indonesia untuk Transparasi Anggaran (FITRA) mencurigai adanya negosiasi antara pemerintah dan konglomerat pengemplang pajak dalam perumusan Rancangan Undang-undang Pengampunan Pajak atau RUU Tax Amnesty.
Rendahnya biaya pemutihan pajak dalam RUU tersebut, disebut Manager Advokasi FITRA Apung Widadi, menjadi sebab pihaknya menuding aturan tersebut sebagai pengistimewaan bagi pengemplang pajak yang menyimpan uang di luar negeri.
"Biaya pemutihan hanya 3 persen (dari total aset) seharusnya bisa sampai 10 persen," kata Apung di Sekretariat Nasional Fitra, Mampang Prapatan, Jakarta, Senin (15/2/2016).
Sekretaris Jenderal Fitra, Yeni Sucipto, turut melihat beberapa kejanggalan dalam perumusan regulasi tersebut.
"Pada rencanaan APBN 2016, sudah ada target dana yang direncanakan masuk dari hasil pengampunan pajak sebesar Rp 60 triliyun. Padahal, aturannya belum disahkan," kata Yeni Sucipto.
Hal tersebut dia khawatirkan merupakan cara pemerintah memaksa RUU Pengampunan Pajak disahkan oleh DPR.