TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dari tiga kasus mutilasi di Indonesia, hanya satu saja yang diduga memiliki indikasi schizophrenia.
Demikian pengalaman Humas Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia, A. Kasandra Putranto, kepada Tribun, Jumat (26/2/2016).
Kasandra sering menjadi saksi ahli kasus mutilasi.
Dikatakan, schizophrenia bukan penyebab utama pembunuhan.
"Karena terbukti ada upaya perencanaan," tegas Kasandra.
Untuk itu, dia mengusulkan kepada polisi agar membuktikan dugaan motif brigadir Petrus Bakus, anggota Sat Intelkam Polres Melawi, melakukan mutilasi terhadap kedua anaknya.
Pembuktian itu, menurut Kasandra, harus dilakukan dengan pemeriksaan psikologis lengkap terhadap pelaku.
"Dugaan motif tersangka dalam melakukan mutilasi perlu dibuktikan dengan pemeriksaan psikologis lengkap terhadap tersangka oleh ahli yang kompeten dan menggunakan metode yang valid dan reliable," ujarnya.
Karena belum melakukan pemeriksaan langsung, Kasandra enggan berkomentar panjang mengenai kasus ini.
Sebelumnya diberitakan, Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat, khusus jajaran Kepolisian digegerkan ulah oknum anggota Kepolisian Polres Melawi, yang diduga telah membunuh dan memutilasi dua anak kandungnya.
Peristiwa nahas ini terjadi di Asrama Polres Melawi, Gg Darul Falah, Desa Pal, Kecamatan Nanga Pinoh, diperkirakan terjadi Jumat (26/2/2016) sekitar pukul 00.40 WIB dini hari.
Kedua korban itu anak laki-laki berinisial Fabian berusia 4 tahun dan anak perempuan berinisial Amora yang usianya 3 tahun.
Pelaku pembunuhan, Brigadir Petrus Bakus (PB) merupakan ayah kandung kedua korban.