News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Dipangkas, Anggaran Penanganan Satu Perkara Di Kejaksaan Sekitar Rp 3,3 Juta

Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Koordinator Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Julius Ibrani (kiri) tengah berdiskusi dengan Peneliti Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) FH Universitas Indonesia (UI) Dio Ashar Wicaksana (kedua dari kiri), di sela-sela media briefing, yang di gelar di kantor YLBHI, Jakarta, Minggu (13/3/2016).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggaran penanganan perkara Pidana Umum oleh Kejaksaan pada tahun 2016 kembali dipangkas.

Dikhawatirkan hal tersebut akan mengganggu kinerja kejaksaan dan membuat proses penegakan hukum tidak maksimal.

Peneliti Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Dio Ashar Wicaksana, menyebutkan bahwa pada tahun 2016 ini, Kejaksaan hanya dianggarkan untuk menangani 39.514 perkara.

Padahal selama beberapa tahun terakhir, tercatat perkara pidana umum yang ditangani Kejaksaan mencapai lebih dari 100.000 perkara.

Pada tahun 2014 saja, jumlah perkara yang ditangani sebanyak 141.962.

Dio dalam media breafing, di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Jakarta Pusat, Minggu (13/3/2016), menyebutkan pemangkasan tersebut berpotensi terlantarnya sebagian besar kasus yang dilimpahkan kepada Kejaksaan.

"Salah satu contohnya di Kajari di wilayah Maluku, yang semula dianggarkan untuk 60 sampai 70 kasus, menjadi hanya 15 perkara, ini bahaya," ujarnya.

Dengan pemangkasan anggaran tersebut, suatu perkara di Kejaksaan dimana pada 2011 dianggarkan Rp 29,5 juta per kasus, kini dipangkas menjadi sekitar Rp. 3,3 juta.

"Semua perkara juga dianggarkan sama, Rp 3,3 juta, kasus pencopetan dan pembalakan liar anggarannya sama," ujar Dio.

Anggaran Rp 3,3 juta tersebut yang harus dimanfaatkan Jaksa untuk segala kebutuhan penuntutan, termasuk membayar saksi ahli, serta membiayai transportasinya.

Pada anggaran Kejaksaan, tidak dibedakan penanganan perkara di Pulau Jawa yang aksesnya lebih baik, dengan penanganan di pedalaman Papua.

Koordinator Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Julius Ibrani mengaku khawatir akan hal tersebut.

Pasalnya kondisi itu menimbulkan celah bagi terdakwa untuk membiayai penanganan perkara, hingga hasilnya bisa disesuaikan dengan keinginan terdakwa.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini