TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Meninggalnya empat orang pasien terapi hiperbarik di RS Mintohardjo, Senin, 14 Maret 2006, semakin meningkatkan kekhawatiran masyarakat terhadap pelayanan rumah sakit.
Anggota Komisi Kesehatan DPR RI dari Fraksi NasDem Irma Chaniago menegaskan bahwa Kementerian Kesehatan, Kepolisian, dan aparat terkait lainnya harus segera melakukan investigasi atas peristiwa yang terjadi di RS Mintohardjo.
“Rumah sakit kok malah jadi mencelakakan orang. Artinya ada aspek keselamatan yang diabaikan rumah sakit," katanya seperti dalam rilis yang diterima wartawan, Selasa (15/3/2016).
Menurut dia, kejadian di RS Mintohardjo akan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap rumah sakit.
Sehingga perlu ada penjelasan yang lengkap dari pihak terkait agar kepercayaan masyarakat terhadap rumah sakit dapat kembali pulih.
"Ini memukul image rumah sakit di hadapan masyarakat. Masyarakat menjadi merasa tidak aman (di rumah sakit),” ucapnya.
Irma pun heran atas penjelasan Kepala Divisi Penerangan TNI AL Laksma M Zainudin yang terkesan terburu-buru menyatakan bahwa dugaan penyebab dari peristiwa ini berasal dari korsleting listrik.
Padahal RSAL Dr Mintohardjo merupakan rumah sakit bergengsi yang menjadi rumah sakit matra laut tingkat II.
Sejak 1976 RSAL Dr Mintohardjo sudah memiliki Ruang Udara Bertekanan Tinggi (RUBT) tempat keberadaan alat terapi Hiperbarik.
Tentu rumah sakit ini sudah memiliki standar pengamanan yang baik untuk pelayanannya.
“Masa bisa terjadi kebakaran dan (menyebabkan) pasien tidak terselamatkan,” katanya.
Irma meminta Kepolisian RI dan penyidik lainnya sesuai undang-undang, untuk melakukan investigasi menyeluruh dan mendalam atas peristiwa tersebut.
Dia mendesak Kepolisian untuk mengurai tingkat pertanggungjawaban mulai dari sumber daya manusia, tenaga kesehatan, hingga manajemen RSAL Dr Mintohardjo yang semestinya bertanggung jawab untuk mencegah terjadinya peristiwa yang merenggut nyawa tersebut.
Dia berkeyakinan bahwa setiap tingkatan pertanggungjawaban dapat dikenakan sanksi bahkan pidana jika memang terbukti bersalah.
Irma menyebutkan, UU Tentang Tenaga Kesehatan Nomor 14 Tahun 2014 Pasal 84 setidaknya dapat menjerat pidana kelalaian tenaga medis yang menyebabkan kematian.
“Polisi harus mengembangkan (investigasi) ini,” katanya.