TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komite III DPD RI, Fahira Idris mempertanyakan standar operating prosedure (SOP) terhadap pasien terapi hiperbarik di Ruang Tabung Chamber (Ozon) RSAL Dr Mintohardjo, menyusul terjadinya ledakan dan kebaran yang mengakibatkan empat pasiennya tewas pada Senin (14/3/2016).
Informasi yang didapat Fahira, keempat pasien tersebut masih mengenakan pakaian biasa saat melaksanakan terapi hiperbarik di dalam ruang oksigen bertekanan tinggi tersebut.
Seharusnya, pasien terapi hiperbarik mengenakan pakaian pasien saat memasuki ruangan tersebut.
"Yang saya sayangkan SOP RS Mintohardjo, pada saat pasien masuk ke chamber, empat orang ini masih menggunakan pakaian asli sehari-hari. Pak Sulistiyo masih pakai batik seperti saat dia ikut rapat pagi di DPD. Seharusnya pakai pakaian pasien rumah sakit. Kenapa itu tidak digunakan. Pakaian pasien kan SOP medis," kata Fahira saat dihubungi, Rabu (16/3/2016).
Ledakan dan kebakaran di ruang tabung chamber RS Mintohardjo Senin siang, mengakibatkan empat pasien yang tengah melakukan terapi hiperbarik di dalamnya tewas.
Keempatnya yakni, Ketua Umum PGRI sekaligus anggota Komite III DPD RI, Sulistiyo (54); mantan Kadiv Humas Polri, Irjen Pol (Purn) Abubakar Nataprawira (65) dan dua anggota keluarga Abubakar Nataprawira, Edi Suwandi (67) dan dr Dimas (28).
Menurut Fahira, pasien yang tidak mengenakan pakaian khusus pasien itu memungkinkan dia masih membawa barang-barang tertentu yang bisa menimbulkan ledakan.
Di antaranya telepon seluler, korek api atau korek gas dan minyak angin.
"Saya dapat keterangan kalau Pak Sulistiyo masih mengenakan batik pas masuk ke chamber itu dari saudara-saudaranya di RS Polri, juga dari sopir yang ikut mengantarkan terapi di RS Mintohardjo. Tapi, itu perlu dikonfirmasi ke pihak terkait. Anggota keluarga korban lainnya juga bilang kalau korban masih pakai pakaian masing-masing," ujar Fahira yang juga sempat mendatangi RS Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur, tempat keempat jenazah diautopsi.
Fahira juga mempertanyakan tentang SOP di RS Mintohardjo, khususnya tidak adanya perawat yang membantu pasien terapi hiperbarik di dalam ruang chamber.
"Informasi yang saya dapat juga, kalau di dalam chamber saat itu tidak ada perawatnya," ujarnya.
Fahira meminta pihak kepolisian dan TNI AL mengusut kasus yang menghilangkan empat nyawa pasien ini hingga tuntas.
Termasuk memproses secara hukum jika ada temuan dugaan kelalaian atau malapraktik.
Sebelumnya, Kepala Dinas Penerangan Angkatan Laut (Kadispenal), Laksamana Pertama TNI, M Zainudin mengatakan pihak RS Mintohardjo telah melakukan langkah medis sesuai SOP terhadap pasien terapi hiperbarik.
Di antaranya pasien dilarang menggunakan atau membawa barang-barang seperti jam tangan, cincin, telepon seluler dan barang berbahan metal seperti sabuk atau ikat pinggang.